Thursday, September 24, 2009

Ngentot Tante Stella

Kisah ini berlangsung ketika saya kuliah di suatu kota ternama di Jawa tengah sekitar tahun 1992. Sebagai mahasiswa pendatang, saya hidup sederhana, karena memang kiriman dari orangtua yang bekerja sebagai tentara terkadang kurang untuk memenuhi kebutuhan saya. Menurut teman-teman, saya termasuk pria simpatik, dengan kemampuan berpikir cemerlang, biasanya saya dipanggil Rudy.
Kurang dari 6 bulan saya belajar di kota ini, cukup banyak tawaran dari beberapa teman untuk memberikan les privat matematika dan IPA bagi adik-adik mereka yang masih duduk di sekolah lanjutan. Keberuntungan datang bertubi-tubi, bahkan tawaran datang dari bunga kampus kami, sebut saja Indah untuk memberikan les privat bagi adiknya yang masih duduk di kelas 2 SLTP swasta ternama di kota dimana saya kuliah.
Keluarga Indah adalah keluarga yang sangat harmonis, ayahnya bekerja sebagai kepala kantor perwakilan (Kakanwil) salah satu departemen, berumur kurang lebih 46 tahun, sementara itu ibunya, biasa saya panggil Tante Stella, adalah ibu rumah tangga yang sangat memperhatikan keluarganya. Konon kabarnya Tante Stella adalah mantan ratu kecantikan di kota kelahirannya, dan hal ini amat saya percayai karena kecantikan dan bentuk tubuhnya yang masih sangat menarik diusianya yang ke 36 ini. Adik Indah murid saya bernama Noni, amat manja pada orangtuanya, karena Tante Stella selalu membiasakan memenuhi segala permintaannya.
Dalam satu minggu, saya harus memberikan perlajaran tambahan 3 kali buat Nona, walaupun sudah saya tawarkan bahwa waktu pertemuan tersebut dapat dikurangi, karena sebenarnya Nona cukup cerdas, hanya sedikit malas belajar. Tetapi Tante Stella malah menyarankan untuk memberikan pelajaran lebih dari yang sudah disepakati dari awalnya.
Setiap saya selesai mengajar, Tante Stella selalu menunggu saya untuk membicarakan perkembangan anaknya, tekadang ekor matanya saya tangkap menyelidik bentuk badan saya yang agak bidang menurutnya. Melewati satu bulan saya mengajar Noni, hubungan saya dengan Tante Stella semakin akrab.
Suatu ketika, kira-kira bulan ketiga saya mengajar Noni, saya datang seperti biasanya jam 16:00 sore. Saya mendapati rumah Bapak Gatot sepi tidak seperti biasanya, hanya tukang kebun yang ada. Karena sudah menjadi kewajiban, saya berinisiatif menunggu Noni, minimal selama waktu saya mengajar. Kurang lebih 45 menit menunggu, Tante Stella datang dengan wajah cerah sambil mengatakan bahwa Noni sedang menghadiri pesta ulang tahun salah seorang temannya, sehingga hari itu saya tidak perlu mengajar. Tetapi Tante Stella tetap minta saya menunggu, karena ada sesuatu yang harus dibicarakan dengan saya.
Ketika Tante Stella memanggil untuk masuk ke dalam rumahnya, alangkah kagetnya saya, ternyata Tante Stella telah memakai baju yang sangat seksi. Yah, memang badannya cukup seksi, karena walaupun sudah mulai berumur, Tante Stella masih sempat menjaga tubuhnya dengan melakukan senam “BL” seminggu 3 kali. Tubuhnya yang ideal menurut saya mempunyai tinggi sekitar 168 cm, dan berat sekitar 48 kg, ditambah ukuran payudaranya kira-kira 36B.
Mula-mula saya tidak menaruh curiga sama sekali, pembicaraan hanya berkisar masalah perkembangan pendidikan Noni. Tetapi lama kelamaan sejalan dengan cairnya situasi, Tante Stella mulai bercerita tentang kesepiannya di atas ranjang. Terus terang saya mulai bingung mengimbangi pembicaraan ini, saya hanya terdiam, sambil berhayal entah kamana.“Rud, kamu lugu sekali yah..?” tanya Tante Stella.“Agh.. Tante bisa aja deh, emang biar nggak lugu harus gimana..?” jawab saya.“Yah.. lebih dewasa Dong..!” tegasnya.Lalu, tiba-tiba tangan Tante Stella sudah memegang tangan saya duluan, dan tentu saja saya kaget setengah mati.
“Rud.. mau kan tolongin Tante..?” tanya si Tante dengan manja.“Loh.. tolongin apalagi nih Tante..?” jawab saya.“Tolong puaskan Tante, Tante kesepian nih..!” jawab si Tante.Astaga, betapa kagetnya saya mendengar kalimat itu keluar dari mulut Tante Stella yang memiliki rambut sebahu. Saya benar-benar tidak membayangkan kalau ibu bunga kampus saya, bahkan ibu murid saya sendiri yang meminta seperti itu. Memang tidak pernah ada keinginan untuk “bercinta” dengan Tante Stella ini, karena selama ini saya menganggap dia sebagai seorang ibu yang baik dan bertanggung jawab.“Wah.. saya harus memuaskan Tante dengan apa dong..?” tanya saya sambil bercanda.“Yah.. kamu pikir sendirilah, kan kamu sudah dewasa kan..?” jawabnya.
Lalu akhirnya saya terbawa nafsu setan juga, dan mulai memberanikan diri untuk memeluknya dan kami mulai berciuman di ruang keluarganya. Dimulai dengan mencium bibirnya yang tipis, dan tanganku mulai meremas-remas payudaranya yang masih montok itu. Tante Stella juga tidak mau kalah, dia langsung meremas-remas alat kelaminku dengan keras. Mungkin karena selama ini tidak ada pria yang dapat memuaskan nafsu seksnya yang ternyata sangat besar ini.
Akhirnya setelah hampir selama setengah jam kami berdua bercumbu, Tante Stella menarik saya ke kamar tidurnya. Sesampainya di kamar tidurnya, dia langsung melucuti semua baju saya, pertama-tama dia melepas kemeja saya sambil menciumi dada saya. Bukan main nafsunya si Tante, pikirku. Dan akhirnya, sampailah pada bagian celana. Betapa nafsunya dia ingin melepaskan celana Levi’s saya. Dan akhirnya dia dapat melihat betapa tegangnya batang kemaluan saya.
“Wah.. Rud, gede juga nih punya kamu..” kata si Tante sambil bercanda.“Masa sih Tante..? Perasaan biasa-biasa saja deh..!” jawab saya.Dalam keadaan saya berdiri dan Tante Stella yang sudah jongkok di depan saya, dia langsung menurunkan celana dalam saya dan dengan cepatnya dia memasukkan batang kemaluan saya ke dalam mulutnya. Aghh, nikmat sekali rasanya. Karena baru pertama kali ini saya merasakan oral seks. Setelah dia puas melakukan oral dengan kemaluan saya, kemudian saya mulai memberanikan diri untuk bereaksi.
Sekarang gantian saya yang ingin memuaskan si Tante. Saya membuka bajunya dan kemudian saya melepaskan celana panjangnya. Setelah melihat keadaan si Tante dalam keadaan tanpa baju itu, tiba-tiba libido seks saya menjadi semakin besar. Saya langsung menciumi payudaranya sambil meremas-remas, sementara itu Tante Stella terlihat senangnya bukan main. Lalu saya membuka BH hitamnya, dan mulailah saya menggigit-gigit putingnya yang sudah mengeras.“Oghh.. saya merindukan suasana seperti ini Rud..!” desahnya.“Tante, saya belum pernah gituan loh, tolong ajarin saya yah..?” kata saya.
Karena saya sudah bernafsu sekali, akhirnya saya mendorong Tante jatuh ke ranjangnya. Dan kemudian saya membuka celana dalamnya yang berwarna hitam. Terlihat jelas klitoris-nya sudah memerah dan liang kemaluannya sudah basah sekali di antara bulu-bulu halusnya. Lalu saya mulai menjilat-jilat kemaluan si Tante dengan pelan-pelan.“Ogh.. Rud, pintar sekali yah kamu merangsang Tante..” dengan suara yang mendesah.Tidak terasa, tahu-tahu rambutku dijambaknya dan tiba-tiba tubuh Tante mengejang dan saya merasakan ada cairan yang membanjiri kemaluannya, wah.. ternyata dia orgasme! Memang berbau aneh sih, karena berhubung sudah dilanda nafsu, bau seperti apa pun tentunya sudah tidak menjadi masalah.
Setelah itu kami merubah posisi menjadi 69, posisi ini baru pertama kalinya saya rasakan, dan nikmatnya benar-benar luar biasa. Mulut Tante menjilati kemaluan saya yang sudah mulai basah dan begitupun mulut saya yang menjilat-jilat liang kemaluannya. Setelah kami puas melakukan oral seks, akhirnya Tante Stella sekarang meminta saya untuk memasukkan batang kemaluan saya ke dalam lubang kemaluannya.“Rud.. ayoo Dong, sekarang masukin yah, Tante sudah tidak tahan nih..!” pinta si Tante.“Wah.. saya takut kalo Tante hamil gimana..?” tanya saya.“Nggak usah takut deh, Tante minum obat kok, pokoknya kamu tenang-tenang aja deh..!” sambil berusaha meyakinkan saya.
Benar-benar nafsu setan sudah mempengaruhi saya, dan akhirnya saya nekad memasukkan kemaluan saya ke dalam lubang kemaluannya. Oghh, nikmatnya.. Setelah akhirnya masuk, saya melakukan gerakan maju-mundur dengan pelan.“Ahh.. dorong terus Dong Rud..!” pinta si Tante dengan suara yang sudah mendesah sekali.Mendengar desahannya, saya menjadi semakin nafsu, dan saya mulai mendorong dengan kencang dan cepat. Sementara itu tangan saya asyik meremas-remas payudaranya, sampai tiba-tiba tubuh Tante Stella mengejang kembali. Astaga, ternyata dia orgasme yang kedua kalinya.
Dan kemudian kami berganti posisi, saya di bawah dan dia di atas saya. Posisi ini adalah idaman saya kalau sedang bersenggama. Dan ternyata posisi pilihan saya ini memang tidak salah, benar-benar saya merasakan kenikmatan yang luar biasa dengan posisi ini. Sambil merasakan gerakan naik-turunnya pinggul si Tante, tangan saya tetap sibuk meremas payudaranya lagi.“Oh.. oh.. nikmat sekali Rudy..!” teriak si Tante.“Tante.. saya kayaknya sudah mau keluar nih..!” kata saya.“Sabar yah Rud.. tunggu sebentar lagi, Tante juga udah mau keluar lagi nih..!” jawab si Tante.
Akhirnya saya tidak kuat menahan lagi, dan keluarlah cairan mani saya di dalam liang kemaluan si Tante, begitu juga dengan si Tante.“Arghh..!” teriak Tante Stella.Tante Stella kemudian mencakar pundak saya, sementara saya memeluk badannya dengan erat sekali. Sungguh luar biasa rasanya, otot-otot kemaluannya benar-benar meremas batang kemaluan saya.
Setelah itu kami berdua letih, tanpa disadari kami telah sejam bersenggama, saya akhirnya bangun. Saya memakai baju saya kembali dan menuju ke ruang keluarga. Ketika melihat Tante Stella dalam keadaan telanjang menuju ke dapur, mungkin dia sudah biasa seperti itu, entah kenapa, tiba-tiba sekarang giliran saya yang nafsu melihat pinggulnya dari belakang. Tanpa bekata-kata, saya langsung memeluk Tante Stella dari belakang, dan mulai lagi meremas-remas payudaranya dan pantatnya yang montok serta menciumi lehernya. Tante pun membalasnya dengan penuh nafsu juga. Tante langsung menciumi bibir saya, dan memeluk saya dengan erat.
“Ih.. kamu ternyata nafsuan juga yah anaknya..?” kataya sambil tertawa kecil.“Agh.. Tante bisa aja deh..!” jawab saya sambil menciumi bibirnya kembali.Karena sudah terlalu nafsu, saya mengajaknya untuk sekali lagi bersenggama, dan si Tante setuju-setuju saja. Tanpa ada perintah dari Tante Stella, kali ini saya langsung membuka celana dan baju saya kembali, sehingga kami dalam keadaan telanjang kembali di ruang keluarga. Karena keadaan tempat kurang nyaman, maka kami hanya melakukannya dengan gaya dogie style.
“Um.. dorong lebih keras lagi dong Rud..!” desahnya.Semakin nafsu saja saya mendengar desahannya yang menurut saya sangat seksi. Maka semakin keras juga sodokan saya kepada si Tante, sementara itu tangan saya menjamah semua bagian tubuhnya yang dapat saya jangkau.“Rud.. mandi yuk..!” pintanya.“Boleh deh Tante, berdua yah tapinya, terus Tante mandiin saya yah..?” jawab saya.
Akhirnya kami berdua yang telanjang menuju ke kamar mandi. Di kamar mandi saya duduk di atas closed, dan kemudian saya menarik Tante Stella untuk menciumi kemaluannya yang mulai basah kembali. Dan Tante mulai terangsang kembali.“Hm.. nikmat sekali jilatanmu Rud.. agghh..!” desahnya.“Rud.. kamu sering-sering ke sini Rud..!” katanya dengan nafas memburu.Setelah puas menjilatinya, saya angkat Tante Stella agar duduk di atas saya, dan batang kemaluan saya kembali dibimbingnya masuk ke dalam lubang kemaluannya. Kali ini rasa nikmatnya lebih banyak terasa. Goyangan si Tante yang naik-turun yang makin lama makin cepat membuat saya akhirnya “KO” kembali. Saya mengeluarkan air mani ke dalam lubang kemaluannya. Tante Stella kemudian menjilati kemaluan saya yang sudah berlumuran dengan air mani, dihisapnya semua sampai bersih. Setelah itu kami mandi bersama.
Setelah selesai mandi, saya pamit pulang karena baru tersadar bahwa perbuatan saya amat berbahaya bila diketahui oleh Bapak Gatot, Indah teman sekampus saya, apalagi Noni murid saya itu. Sampai sekarang kami masih sering bertemu dan melakukan persetubuhan, tetapi tidak pernah lagi di rumah, Tante memesan kamar hotel berbintang dan kami bertemu di sana.
Selepas pengalaman itu, saya menjadi lebih berani pada wanita, dan menikmati persetubuhan dengan beberapa wanita setengah baya yang kesepian dan butuh pertolongan tanpa dibayar.

Villa Surga Kenikmatan

Saat ini saya menginjak 17tahun, dan kisah ini terjadi kira-kira 2 bulan yang lalu, saat aku liburan akhir semester. Waktu itu aku sedang libur sekolah. Aku berencana pergi ke villa tanteku di kota M. Tanteku ini namanya Sofi, orangnya cantik, tubuhnya-pun sangat padat berisi, dan sangat terawat walaupun usia nya memasuki 38 tahun. Aku ingat betul, pagi itu, hari sabtu, aku berangkat dari kota S menuju kota M.
Sesampainya di sana, aku pun disambut dengan ramah. Setelah saling tanya-menanya kabar, aku pun diantarkan ke kamar oleh pembantu tanteku, sebut saja Bi Sum, orangnya mirip penyanyi keroncong Sundari Soekotjo, tubuhnya yang indah tak kalah dengan tanteku, Bi Sum ini orangnya sangat polos, dan usianya hampir sama dengan tante Sofi, yang membuatku tak berkedip saat mengikutinya dari belakang adalah bongkahan pantat nya yang nampak sangat seksi bergerak Kiri-kanan, kiri-kanan, kiri-kanan saat ia berjalan, seeakan menantangku untuk meremas nya.
Setelah sampai dikamar aku tertegun sejenak, mengamati apa yang kulihat, kamar yang luas dengan interior yang ber-kelas di dalamnya. sedang asyik-asyik nya melamun aku dikagetkan oleh suara Bi sum.“Den, ini kamarnya.”“Eh iya Bi.” jawabku setengah tergagap.Aku segera menghempaskan ranselku begitu saja di tempat tidur.“Den, nanti kalau ada perlu apa-apa panggil Bibi aja ya?” ucapnya sambil berlalu.“Eh, tunggu Bi, Bibi bisa mijit kan? badanku pegel nih.” Kataku setengah memelas.“Kalau sekedar mijit sih bisa den, tapi Bibi ambil balsem dulu ya den?”“Cepetan ya Bi, jangan lama-lama lo?”“Wah kesempatan nih, aku bisa merasakan tangan lembut Bi Sum memijit badanku.” ucapku dalam hati.Tak lama kemudian Bi Sum datang dengan balsem di tangan.“Den, coba Aden tiduran gih.” suruh Bi Sum.“Eh, iya Bi.” lalu aku telungkup di kasur yang empuk itu, sambil mencopot bajuku. Bi Sum pun mulai memijit punggungku, sangat terasa olehku tangan lembut Bi Sum memijit-mijit.“Eh, Bi, tangan Bibi kok lembut sih?” tanyaku memecah keheningan.Bi Sum diam saja sambil meneruskan pijatannya, aku hanya bisa diam, sambil menikmati pijitan tangan Bi Sum, otak kotorku mulai berangan-angan yang tidak-tidak.“Seandainya, tangan lembut ini mengocok-ngocok penisku, pasti enak sekali.” kataku dalam hati, diikuti oleh mulai bangunnya “Adik” kecilku.
Aku mencoba memecah keheningan di dalam kamar yang luas itu.“Bi, dari tadi aku nggak melihat om susilo dan Dik rico sih.”“Lho, apa aden belum dibilangin nyonya, Pak Susilo kan sekarang pindah ke kota B, sedang den Rico ikut neneknya di kota L.” tuturnya.“Oo.., jadi tante sendirian dong Bi?” tanyaku“Iya den, kadang Bibi juga kasihan melihat nyonya, nggak ada yang nemenin.” kata Bi Sum, sambil pijatannya diturunkan ke paha kiriku. Lalu spontan aku menggelinjang keenakan.“Ada apa den?” tanyanya polos.“Anu Bi, itu yang pegel.” jawabku sekenanya.“Mm.. Bibi udah punya suami?” kataku lagi.“Anu den, suami Bibi sudah meninggal 6bulan yang lalu.” jawabnya. Seolah berlagak prihatin aku berkata.“Maaf Bi, aku tidak tahu, trus anak Bibi bagaimana?”“Bibi titipkan pada adik Bibi” katanya, sambil pijitannya beralih ke paha kananku.“Mm.. Bibi nggak pingin menikah lagi?” tanyaku lagi.“Buat apa den, orang Bibi udah tua kok, lagian mana ada yang mau den?” ucapnya.“Lho, itu kan kata Bibi, menurutku Bibi masih keliatan cantik kok.” pujiku, sambil mengamati wajahnya yang bersemu merah.“Ah.., den andy ini bisa saja” katanya, sambil tersipu malu.“Eh bener loh Bi, Bibi masih cantik, udah gitu seksi lagi, pasti Bibi rajin merawat tubuh.” Godaku lagi.“Udah ah, den ini bikin Bibi malu aja, dari tadi dipuji terus.”
Lalu aku bangkit, dan duduk berhadapan dengan dia.“Bi.., siapa sih yang nggak mau sama Bibi, sudah cantik, seksi lagi, tuh lihat tubuh Bibi indahkan?, apalagi ini masih indah loh..” kataku, sambil memberanikan menunjuk kearah gundukan yang sekal di dadanya itu. Secara reflek dia langsung menutupinya, dan menundukkan wajahnya.“Aden ini bisa saja, orang ini sudah kendur kok dibilang bagus.” katanya polos.Seperti mendapat angin aku mulai memancingnya lagi.“Bibi ini aneh, orang payudara Bibi masih inah kok bilangnya kendur, tuh lihat aja sendiri” kataku, sambil menyingkapkan kedua tangannya yang menutupi payudaranya.“Jangan ah den, Bibi malu.”“Bi.. kalau nggak percaya, tuh ada cermin, coba Bibi buka baju Bibi, dan ngaca.” Lalu aku mulai membantu membuka baju kebaya yang dikenakannya, sepertinya ia pasrah saja. Setelah baju kebaya nya lepas, dan ia hanya memakai Bh yang nampak sangat kecil, seakan payudaranya hendak mencuat keluar. Aku pun mulai menuntunnya ke depan cermin besar yang ada di ujung ruangan.“Jangan den, Bibi malu nanti nyonya tahu bagaimana?” tanyanya polos.“Tenang aja Bi, tante Sofi nggak bakal tahu kok” Aku yang ada dibelakang nya mulai mencopot tali BH nya, dan wow.. tampak olehku didepan cermin, sepasang bukit kembar yang sangat sekal dan padat berisi, melihat itu “Adik” kecilku langsung mengacung keras sekali.
Aku pun tak menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Aku langsung meremas nya dari belakang, sambil ciumanku kudaratkan ke lehernya yang jenjang tersebut. Bi Sum yang telah setengah telanjang itu, hanya bisa mendesah dan matanya “Merem-melek”.“Oh.. den jangan den, uhh.. den, Bibi diapain, den”Aku tak menggubris pertanyaannya malahan aku meningkatkan seranganku. Kini ia kubopong ke ranjang, sambil menciumi putingnya yang merah mencuat itu, ia pun kelihatan mulai menikmati permainanku, dan Bi Sum telah kurebahkan diranjang, lalu aku mulai lagi menciumi putingnya, sambil menarik jarik yang dipakainya.“Uhh.. den shh.. Bibi enak den uh.. shh.. teruus den”Aku pun mulai membuka seluruh pakaianku dan ciumanku terus turun keperutnya, dan dengan ganasnya ku pelorotkan CD yang dipakainya, aku terdiam sesaat seraya mengamati gundukan yang ada dibawah perutnya itu.“Den, punya aden besar sekali” katanya sambil meremas penisku, lalu kusodorkan penisku kemulutnya.“Bi, jilatin ya.. punya Andy.” Bibir mungil Bi Sum mulai menjilati penisku. uuhh.., sungguh nikmat sekali rasanya.“Mmhh.. ohh.. Bi terus, kulum penisku Bi.., tak lama kemudian Bi Sum mulai menyedot-nyedot penisku, dan rasanya ada yang akan keluar di ujung penisku.“Bi.. teruuss, Bi.. aku mmaauu keeluuar, oohh” jeritku panjang dan tiba-tiba, serr maniku muncrat dalam mulut Bi Sum, Bi Sum pun langsung menelannya.
Aku pun mulai pindah posisi, kini aku mulai menjilati memek Bi Sum, tampak didepan mataku, memek Bi Sum yang bersih, dengan seikit rambut. Rupanya Bi Sum sudah tidak sabar, ia menekan kepalaku agar mulai menjilati memeknya dan sluurpp.. memek Bi Sum kujilati sampai kutenukan sesuatu yang mencuat kecil, lalu kuhisap, dan gigit kecil, gerakan tubuh Bi Sum mulai tak karuan, tanganku pun tidak tinggal diam, ku pilin-pilin putingnya dengan tangan kiriku sedangkan, tangan kananku ku gunakan menusuk memeknya sambil lidahku kumasukkan sedalam-dalamnya.
“Ohh.. den.. teruuss den jilat teruss.. memek Bibi den.. mmhh” katanya sambil menggeliat seperti cacing kepanasan.“Ouhh den.. Bibi mau.. keluarr.. den ohh, ahh, den, Bibi keeluuaarr, akhh.” Bi Sum menggelinjang hebat dan serr cairan kewanitaannya kutelan tanpa sisa. Tampak Bi Sum masih menikmati sisa-sisa orgasme nya. Lalu aku mencium bibirnya lidahku kumasukkan kedalam mulutnya, ia pun sangat agresif lalu membalas ciumanku dengan hot.Aku pun mulai menciumi telinganya, dan dadanya yang besar menempel ketat di dadaku, aku yang sudah sangat horny langsung berkata, “Bi aku masukkan sekarang ya..”. ia hanya bisa mengangguk pelan.
aku pun mengambil posisi, kukangkangkan pahanya lebar-lebar, kutusukkan penisku ke memek nya yang sudah sangat becek. Bless.. separuh penisku amblas kedalam memeknya, terasa olehku memeknya menyedo-nyedot kepala penisku. kusodokkan kembali penisku, bless.. peniskupun amblas kedalam memeknya, aku pun mulai memaju-mundurkan pantatku, memeknya terasa sangat sempit.
“Den.. ouhh.. teruuss.. denn.. mmhh..sshh.” desahan erotis itu keluar dari mulut Bi Sum, aku pun tambah horny dan kupercepat sodokkanku di memeknya.“Oh.. Bii memek kamu sempit banget, ohh enak Bii, goyang teruuss Bii.. ouhh..”“Den.. cepatt.. den.. goyang yang cepat.. Bibi.. mauu.. keluar.. den..”aku mulai mengocok penisku dengan kecepatan penuh, tampak Bi Sum menggelinjang hebat.“Den.. Bibi.. mau keluuaarr.. ouhh.. shhshshshh..”“Tahan Bii.. aku.. juga mau keluuarr..”
Lalu beberapa detik kemudian terasa penisku di guyur cairan yang sangat deras.. serr.. penisku pun berdenyut hebat dan, serr.. terasa sangat nikmat sekali, rasanya tulang-tulang ku copot semua. aku pun rubuh diatas wanita setengah baya yang tengah menikmati orgasmenya.
“Bi.. terima kasih ya.. memek Bibi enak” kataku sambil mencupang buah dadanya.“Den kapan-kapan Bibi dikasih lagi yaa.”
akhirnya kami tertidur dengan penisku menancap di memek Bi Sum, tanpa aku sadari permainan ku tadi dilihat semua oleh tanteku, sambil dia mempermainkan memeknya dengan jarinya. sekian pengalaman saya dengan Bi Sum, pembantu tante saya yang sangat menggiurkan. lain kali akan saya ceritakan pengalaman saya dengan tante saya yang mengintip permainan saya dengan Bi Sum, yang tentunya lebih menghebohkan, karena tante saya ini orang yang hipersex, jadi nafsunya sangat besar, dan meledak-ledak.

Kenikmatan Tante Girang

Tante Lis berusia 45 tahun dengan ukuran payudara 38 dan tubuh yang ideal. Dia bekerja sebagai ibu rumah tangga dan tinggal di Yogyakarta. Sedangkan Ibu Susi berusia 40 tahun dengan ukuran payudara 38 dan tubuh yang ideal. Dia bekerja sebagai dosen di Malang dan juga tinggal di sana. Suami mereka berdua adalah kakak beradik dan sibuk bekerja di luar negeri.Mereka berdua menjadi lesbian ketika suatu sore Tante Lis ditelepon oleh seseorang yang mengaku sebagai relasi suaminya di Inggris, namanya Jennifer. Dia orang Amerika. Dia mengatakan kalau ada sesuatu yang ingin dibicarakan tentang suaminya. Tante Lis disuruhnya datang ke hotel tempatnya menginap sore itu juga. Di Hotel Garuda. Kebetulan Ibu Susi sedang liburan di tempat Tante Lis. Sehingga diajak pula Ibu Susi. Setelah melapor ke resepsionis hotel, mereka berdua langsung menuju ke kamar Jennifer. Mereka disambut Jennifer sendiri.“Selamat sore,” sapa Jennifer ramah dalam bahasa Indonesia meskipun agak kaku.“Selamat sore,” jawab Tante Lis.“Bisa ketemu dengan Jennifer,” sambung Tante Lis.“Saya sendiri. Ibu siapa?”“Saya Nyonya Hermawan,” jawab Tante Lis menyebutkan nama suaminya.“Ooo… Maaf Bu. Saya tidak tahu.”Jennifer lalu menjabat tangan Tante Lis.“Dan ini kerabat saya,” kata Tante Lis.“Susi,” kata Ibu Susi sambil menjabat tangan Jennifer.“Mari, silakan masuk! Maaf kursinya saya pakai untuk menaruh tas. Saya hanya semalam di sini. Kita duduk di tempat tidur saja.”Mereka bertiga masuk dan lalu duduk di tepian tempat tidur.“Kenapa hanya semalam?” tanya Ibu Susi.“Saya kebetulan hanya mampir untuk membicarakan masalah Pak Hermawan. Besok saya sudah berangkat ke Australia.”“Bagaimana dengan suami saya?” tanya Tante Lis.“Dia terlibat suatu masalah.”Kemudian Jennifer menceritakan masalah yang dihadapi suami Tante Lis. Sampai akhirnya mereka bertiga terdiam beberapa saat. Tiba-tiba..“Saya mohon kepada anda untuk menolong suami saya,” kata Tante Lis kepada Jennifer.“Saya sebetulnya tidak bisa menolong Pak Hermawan. Bisa, asal…”Jennifer tidak melanjutkan kata-katanya. Tetapi tangannya melepaskan kancing baju yang dipakai Tante Lis yang duduk di sampingnya. Tante Lis diam saja. Dibelainya bagian atas payudara kirinya yang masih ditutupi BH.“Ehmmm… ehmmm… ehmmm…”Kedua tangan Jennifer lalu bergerak ke belakang, melepas tali BH yang dipakai Tante Lis. Salah satu tangannya maju ke depan dan meremas payudara kanan Tante Lis.“Aaahhh… aaahhh… aaahhh…”Ibu Susi yang sedang duduk di samping Tante Lis dan sedang membaca majalah terkejut mendengar suara yang keluar dari mulut Tante Lis. Dilihatnya kedua tangan Jennifer sedang meremas kedua payudara Tante Lis sedangkan kedua tangan Tante Lis melepas baju yang dipakai Jennifer. Sekarang bibir mereka berdua sudah saling menempel dan kedua lidah mereka saling mengulumdengan hangat. Ibu Susi yang melihat itu tidak kuat menahan nafsu. Diremasnya kedua payudaranya sendiri yang masih ditutupi pakaiannya.Baju Tante Lis sekarang sudah terlepas dari tempatnya dan kedua tangannya melepas kaos dalam yang dipakai Jennifer sambil tetap berciuman. Bibir Tante Lis terlepas dari bibir Jennifer demi dilihatnya kedua payudara Jennifer yang ukurannya dua kali lebih besar dari miliknya meskipun tubuhnya biasa saja. Jennifer yang merasakan hal itu lalu merebahkan diri sambil menarik tubuh Tante Lis. Sehingga mulut Tante Lis jatuh tepat di atas payudara kiri Jennifer. Dijilatinya payudara kiri Jennifer tersebut sambil tangan kirinya memilin-milin puting payudara kanan Jennifer. “Aaahhh… aaahhh… aaahhh…”Ibu Susi melihat hal tersebut. Nafsunya semakin panas sehingga sekarang tangannya menarik tangan kiri Tante Lis dari payudara kanan Jennifer dan mulutnya ikut beraksi. Dijilatinya payudara kanan Jennifer sambil tangannya meremas payudara kanan Jennifer. Kedua tangan Jennifer akan meremas kedua payudara Tante Lis. Tetapi tangan kirinya dipegang tangan Tante Lis. Sedangkan tangan kanannya dipegang tangan Ibu Susi. Tante Lis dan Ibu Susi sibuk mempermainkan kedua payudara Jennifer sampai akhirnya Ibu Susi kelelahan dan terlentang di samping kanan Jennifer. Jennifer yang merasa tidak bisa apa-apa ketika kedua payudaranya dipermainkan kedua tamunya kemudian mengangkat kepala Tante Lis yang masih sibuk. Tante Lis tahu diri dan kemudian dia ikut terlentang di samping kiri Jennifer. Tidak lama, setelah Jennifer bangkit dari tempat tidur, Tante Lis menghampiri Ibu Susi. Tante Lis dengan cekatan melepas pakaian bagian atas Ibu Susi yang masih berpakaian lengkap.Sekarang mereka berdua sudah setengah telanjang dan Tante Lis lalu menindih Ibu Susi. Kedua payudara mereka saling menempel. “Ouohhh…” Mulut mereka berdua sama-sama mengeluarkan suara yang disambut dengan kedua bibir mereka yang saling berciuman dan perang antar lidah. Jennifer sendiri setelah bangkit dari tempat tidur lalu melepas celana jeans yang dipakainya. Sekarang dia sudah telanjang bulat karena dia tidak memakai celana dalam. Dia mengambil dua buah dildo berukuran 20 cm dari dalam tasnya. Dia berbalik dan melihat ke tempat tidur. Tante Lis dan Ibu Susi sedang dalam puncak kenikmatan. Mereka berdua sudah telanjang bulat. Mereka berpelukan dan bergulingan di atas tempat tidur. Jennifer melemparkan salah satu dildo ke tempat tidur.Sedangkan yang satunya sedang menari-nari di kedua payudaranya sendiri. Dildo tersebut kemudian naik dan masuk ke dalam mulutnya. Dikeluar-masukkan dildo tersebut. Setelah puas, dildo tersebut turun ke bawah. Dimasukkannya dildo tersebut ke dalam lubang kemaluannya sepanjang 15 cm. Diputar-putar dan digesek-gesekkan dildo tersebut dalam lubang kemaluannya sambil dia menari-nari. “Aaahhh… aaahhh… aaahhh…”Jennifer terkejut dengan suara tersebut dan dilihatnya Tante Lis dan Ibu Susi sama-sama terlentang sehabis lelah bercumbu. Dilihatnya tangan Ibu Susi memberi isyarat untuk menghampirinya. Jennifer naik ke tempat tidur dan tangannya menggesek-gesekkan dildo yang dilemparnya tadi ke kedua payudara Ibu Susi bergantian. Sedangkan dildo yang satunya masih menggantung di kemaluannya sehingga mirip kemaluan laki-laki meskipun sudah keluar dengan panjang 15 cm. Kemudian dildo tersebut dengan pelan-pelan dimasukkan ke dalam lubang kemaluan Ibu Susi. Dikeluar-masukkan seolah-olah Jennifer adalah seorang laki-laki yang sedang menyetubuhi seorang wanita. “Aaahhh… aaahhh… aaahhh…”Sedangkan dildo yang menari-nari di kedua payudara Ibu Susi sekarang sudah menjelajahi kemaluan Tante Lis. Setelah beberapa menit Jennifer mengeluarkan dildo dari dalam liang kemaluannya. Sekarang tangan kanannya mengeluar-masukkan dildo ke dalam lubang kemaluan Tante Lis dantangan kirinya mengeluar-masukkan dildo ke dalam kemaluan Ibu Susi. Kedua tangan Tante Lis dan Ibu Susi juga tidak tinggal diam. Kedua payudara Jennifer yang menantang dijadikan permainan kedua tangan mereka. Diremas, dipilin dan disentil putingnya. “Aaahhh… aaahhh… aaahhh…” Mereka bertiga akhirnya kelelahan. Setelah keluar untuk makan malam, mereka melanjutkan permainan mereka sampai pagi.Pagi harinya Tante Lis dan Ibu Susi mengantarkan Jennifer ke Bandara. Jennifer meninggalkan masing-masing dildo untuk Tante Lis dan Ibu Susi. Keesokan harinya Ibu Susi juga kembali ke Malang karena masa liburannya sudah habis.

Berawal dari Toko Buku

Pada suatu siang sekitar jam 12-an aku berada di sebuah toko buku Gramedia di Gatot Subroto untuk membeli majalah edisi khusus, yang katanya sih edisi terbatas. Hari itu aku mengenakan kaos t-shirt putih dan celana katun abu-abu.
Sebenarnya potongan badanku sih biasa saja, tinggi 170 cm berat 63 kg, badan cukup tegap, rambut cepak. Wajahku biasa saja, bahkan cenderung terkesan sangar. Agak kotak, hidung biasa, tidak mancung dan tidak pesek, mataku agak kecil selalu menatap dengan tajam, alisku tebal dan jidatku cukup pas deh. Jadi tidak ada yang istimewa denganku.
Saat itu keadaan di toko buku tersebut tidak terlalu ramai, meskipun saat itu adalah jam makan siang, hanya ada sekitar 7-8 orang. Aku segera mendatangi rak bagian majalah. Nah, ketika aku hendak mengambil majalah tersebut ada tangan yang juga hendak mengambil majalah tersebut. Kami sempat saling merebut sesaat (sepersekian detik) dan kemudian saling melepaskan pegangan pada majalah tersebut hingga majalah tersebut jatuh ke lantai. “Maaf..” kataku sambil memungut majalah tersebut dan memberikannya kepada orang tersebut yang ternyata adalah seorang wanita yang berumur sekitar 37 tahun (dan ternyata tebakanku salah, yang benar 36 tahun), berwajah bulat, bermata tajam (bahkan agak berani), tingginya sama denganku (memakai sepatu hak tinggi), dan dadanya cukup membusung. “Busyet! molek juga nih ibu-ibu”, pikirku.
“Nggak pa-pa kok, nyari majalah X juga yah.. saya sudah mencari ke mana-mana tapi nggak dapet”, katanya sambil tersenyum manis.“Yah, edisi ini katanya sih terbatas Mbak..”“Kamu suka juga fotografi yah?”“Nggak kok, cuma buat koleksi aja kok..”Lalu kami berbicara banyak tentang fotografi sampai akhirnya, “Mah, Mamah.. Ira sudah dapet komiknya, beli dua ya Mah”, potong seorang gadis cilik masih berseragam SD.“Sudah dapet Ra.. oh ya maaf ya Dik, Mbak duluan”, katanya sambil menggandeng anaknya.Ya sudah, nggak dapat majalah ya nggak pa-pa, aku lihat-lihat buku terbitan yang baru saja.
Sekitar setengah jam kemudian ada yang menegurku.“Hi, asyik amat baca bukunya”, tegur suara wanita yang halus dan ternyata yang menegurku adalah wanita yang tadi pergi bersama anaknya. Rupanaya dia balik lagi, nggak bawa anaknya.“Ada yang kelupaan Mbak?”“Oh tidak.”“Putrinya mana, Mbak?“Les piano di daerah Tebet”“Nggak dianter?“Oh, supir yang nganter.”Kemudian kami terlibat pembicaraan tentang fotografi, cukup lama kami berbicara sampai kaki ini pegal dan mulut pun jadi haus. Akhirnya mbak yang bernama Maya tersebut mengajakku makan fast food di lantai bawah. Aku duduk di dekat jendela dan Mbak Maya duduk di sampingku. Harum parfum dan tubuhnnya membuatku konak. Dan aku merasa, semakin lama dia semakin mendekatkan badannya padaku, aku juga merasakan tubuhnya sangat hangat.
Busyet dah, lengan kananku selalu bergesekan dengan lengan kirinya, tidak keras dan kasar tapi sehalus mungkin. Kemudian, kutempelkan paha kananku pada paha kirinya, terus kunaik-turunkan tumitku sehingga pahaku menggesek-gesek dengan perlahan paha kirinya. Terlihat dia beberapa kali menelan ludah dan menggaruk-garukkan tangannya ke rambutnya. Wah dia udah kena nih, pikirku. Akhirnya dia mengajakku pergi meninggalkan restoran tersebut.
“Ke mana?” tanyaku.“Terserah kamu saja”, balasnya mesra.“Kamu tahu nggak tempat yang privat yang enak buat ngobrol”, kataku memberanikan diri, terus terang aja nih, maksudku sih motel.“Aku tahu tempat yang privat dan enak buat ngobrol”, katanya sambil tersenyum.Kami menggunakan taksi, dan di dalam taksi itu kami hanya berdiam diri lalu kuberanikan untuk meremas-remas jemarinya dan dia pun membalasnya dengan cukup hot. Sambil meremas-remas kutaruh tanganku di atas pahanya, dan kugesek-gesekkan. Hawa tubuh kami meningkat dengan tajam, aku tidak tahu apakah karena AC di taksi itu sangat buruk apa nafsu kami sudah sangat tinggi.
Kami tiba di sebuah motel di kawasan kota dan langsung memesan kamar standart. Kami masuk lift diantar oleh seorang room boy, dan di dalam lift tersebut aku memilih berdiri di belakang Mbak Maya yang berdiri sejajar dengan sang room boy. Kugesek-gesekan dengan perlahan burungku ke pantat Mbak Maya, Mbak Maya pun memberi respon dengan menggoyang-goyangkan pantatnya berlawanan arah dengan gesekanku. Ketika room boy meninggalkan kami di kamar, langsung kepeluk Mbak Maya dari belakang, kuremas-remas dadanya yang membusung dan kucium tengkuknya. “Mmhhh.. kamu nakal sekali deh dari tadi.. hhm, aku sudah tidak tahan nih”, sambil dengan cepat dia membuka bajunya dan dilanjutkan dengan membuka roknya. Ketika tangannya mencari reitsleting roknya, masih sempat-sempatnya tangannya meremas batanganku.
Dia segera membalikkan tubuhnya, payudaranya yang berada di balik BH-nya telah membusung. “Buka dong bajumu”, pintanya dengan penuh kemesraan. Dengan cepat kutarik kaosku ke atas, dan celanaku ke bawah. Dia sempat terbelalak ketika melihat batang kemaluanku yang sudah keluar dari CD-ku. Kepala batangku cuma 1/2 cm dari pusar. Aku sih tidak mau ambil pusing, segera kucium bibirnya yang tipis dan kulumat, segera terjadi pertempuran lidah yang cukup dahsyat sampai nafasku ngos-ngosan dibuatnya.
Sambil berciuman, kutarik kedua cup BH-nya ke atas (ini adalah cara paling gampang membuka BH, tidak perlu mencari kaitannya). Dan bleggh.., payudaranya sangat besar dan bulat, dengan puting yang kecil warnanya coklat dan terlihat urat-uratnya kebiruan. Tangan kananku segera memilin puting sebelah kiri dan tangan kiriku sibuk menurunkan CD-nya. Ketika CD-nya sudah mendekati lutut segera kuaktifkan jempol kaki kananku untuk menurunkan CD yang menggantung dekat lututnya, dan bibirku terus turun melalui lehernya yang cukup jenjang. Nafas Mbak Maya semakin mendengus-dengus dan kedua tangannya meremas-remas buah pantatku dan kadang-kadang memencetnya.
Akhirnya mulutku sampai juga ke buah semangkanya. Gila, besar sekali.. ampun deh, kurasa BH-nya diimpor secara khusus kali. Kudorong tubuhnya secara perlahan hingga kami akhirnya saling menindih di atas kasur yang cukup empuk. Segera kunikmati payudaranya dengan menggunakan tangan dan lidahku bergantian antara kiri dan kanan. Setelah cukup puas, aku segera menurunkan ciumanku semakin ke bawah, ketika ciumanku mencapai bagian iga, Mbak Maya menggeliat-geliat, saya tidak tahu apakah ini karena efek ciumanku atau kedua tanganku yang memilin-milin putingnya yang sudah keras. Dan semakin ke bawah terlihat bulu kemaluannya yang tercukur rapi, dan wangi khas wanita yang sangat merangsang membuatku bergegas menuju liang senggamanya dan segera kujilat bagian atasnya beberapa kali.
Kulihat Mbak Maya segera menghentak-hentakkan pinggulnya ketika aku memainkan klitorisnya. Dan sekarang terlihat dengan jelas klitorisnya yang kecil. Dengan rakus kujilat dengan keras dan cepat. Mbak Maya bergoyang (maju mundur) dengan cepat, jadi sasaran jilatanku nggak begitu tepat, segera kutekan pinggulnya. Kujilat lagi dengan cepat dan tepat, Mbak Maya ingin menggerak-gerakkan pinggulnya tapi tertahan. Tenaga pinggulnya luar biasa kuatnya. Aku berusaha menahan dengan sekuat tenaga dan erangan Mbak Maya yang tadinya sayup-sayup sekarang menjadi keras dan liar. Dan kuhisap-hisap klitorisnya, dan aku merasa ada yang masuk ke dalam mulutku, segera kujepit diantara gigi atasku dan bibir bawahku dan segera kugerak-gerakkan bibir bawahku ke kiri dan ke kanan sambil menarik ke atas. Mbak Maya menjerit-jerit keras dan tubuhnya melenting tinggi, aku sudah tidak kuasa untuk menahan pinggulnya yang bergerak melenting ke atas. Terasa liang kewanitaannya sangat basah oleh cairan kenikmatannya. Dan dengan segera kupersiapkan batanganku, kuarahkan ke liang senggamanya dan, “Slebbb…” tidak masuk, hanya ujung batanganku saja yang menempel dan Mbak Maya merintih kesakitan.
“Pelan-pelan Ndi”, pintanya lemah.“Ya deh Mbak”, dan kuulangi lagi, tidak masuk juga. Busyet nih cewek, sudah punya anak tapi masih kayak perawan begini. Segera kukorek cairan di dalam liang kewanitaannya untuk melumuri kepala kemaluanku, lalu perlahan-lahan tapi pasti kudorong lagi senjataku. “Aarrghh.. pelan Ndi..” Busyet padahal baru kepalanya saja, sudah susah masuknya. Kutarik perlahan, dan kumasukan perlahan juga. Pada hitungan ketiga, kutancap agak keras. “Arrhhghh…” Mbak Maya menjerit, terlihat air matanya meleleh di sisi matanya.
“Kenapa Mbak, mau udahan dulu?” bisikku padda Mbak Maya setelah melihatnya kesakitan.“Jangan Ndi, terus aja”, balasnya manja.Kemudian kumainkan maju mundur dan pada hitungan ketiga kutancap dengan keras. Yah, bibir kemaluannya ikut masuk ke dalam. Wah sakit juga, habis sampai bulu kemaluannya ikut masuk, bayangkan aja, bulu kemaluan kan kasar, terus menempel di batanganku dan dijepit oleh bibir kewanitaan Mbak Maya yang ketat sekali.
Dengan usaha tiga hitungan tersebut, akhirnya mentok juga batanganku di dalam liang senggama Mbak Maya. Terus terang saja, usahaku ini sangat menguras tenaga, hal ini bisa dilihat dari keringatku yang mengalir sangat deras.
Setelah Mbak Maya tenang, segera senjataku kugerakkan maju mundur dengan perlahan dan Mbak Maya mulai menikmatinya. Mulai ikut bergoyang dan suaranya mulai ikut mengalun bersama genjotanku. Akhirnya liang kewanitaan Mbak Maya mulai terasa licin dan rasa sakit yang diakibatkan oleh kasar dan lebatnya bulu kemaluannya sedikit berkurang dan bagiku ini adalah sangat nikmat.
Baru sekitar 12 menitan menggenjot, tiba-tiba dia memelukku dengan kencang dan, “Auuwwww….”, jeritannya sangat keras, dan beberapa detik kemudian dia melepaskan pelukannya dan terbaring lemas.“Istirahat dulu Mbak”, tanyaku.“Ya Ndi.. aku ingin istirahat, abis capek banget sich.. Tulang-tulang Mbak terasa mau lepas Ndi”, bisiknya dengan nada manja.“Oke deh Mbak, kita lanjutkan nanti aja..”, balasku tak kalah mesranya.“Ndi, kamu sering ya ginian sama wanita lain..”, pancing Mbak Maya.“Ah nggak kok Mbak, baru kali ini”, jawabku berbohong.“Tapi dari caramu tadi terlihat profesional Ndi, Kamu hebat Ndi.. Sungguh perkasa”, puji Mbak Maya.“Mbak juga hebat, lubang surga Mbak sempit banget sich.., padahal kan Mbak udah punya anak”, balasku balik memuji.“Ah kamu bisa aja, kalau itu sich rahasia dapur”, balasnya manja.Kamipun tertawa berdua sambil berpelukan.
Tak terasa karena lelah, kami berdua tertidur pulas sambil berpelukan dan kami kaget saat terbangun, rupanya kami tertidur selama tiga jam. Kami pun melanjutkan permainan yang tertunda tadi. Kali ini permainan lebih buas dan liar, kami bercinta dengan bermacam-macam posisi. Dan yang lebih menggembirakan lagi, pada permainan tahap kedua ini kami tidak menemui kesulitan yang berarti, karena selain kami sudah sama-sama berpengalaman, ternyata liang senggama Mbak Maya tidak sesempit yang pertama tadi, mungkin karena sudah ditembus oleh senjataku yang luar biasa ini sehingga kini lancarlah senjataku memasuki liang sorganya. Tapi permainan ini tidak berlangsung lama karena Mbak Maya harus cepat-cepat pulang menemui anaknya yang sudah pulang dari les piano. Tapi sebelum berpisah kami saling memberikan alamat dan nomer telepon sehingga kami bisa bercinta lagi di lain saat dengan tenang dan damai

Janda Hot

Kami berdua telentang di jok kami masing-masing, dengan kemaluan kami yang masih terbuka. Kami saling berpandangan dan tersenyum puas. Tangan kanan Mbak Yati meremas tangan kiriku, saya tidak tahu apa artinya, apakah ucapan terima kasih, pujian ataukah janji untuk mengulangi lagi apa yang telah kami lakukan.Setelah istirahat sejenak, Mbak Yati mengambil tisue dan membersihkan cairan kental yang belepotan di perutku dan kemaluan saya. Mbak Yati memmbersihkannya dengan mesra dan terkadang bercanda dengan mencoba meremas dan membangunkan kembali rudal saya.“Mbak. Jangan digoda lagi lho, kalau ngamuk lagi gimana..?” kataku bercanda.“Coba aja kalau berani, siapa takut..!” jawabnya sambil menirukan iklan di TV.Setelah membersihkan kemaluanku, dia juga membersihkan kemaluannya dengan tisue, dan memakai kembali CD-nya, merapihkan rok, blus dan BH-nya yang kusut. Sementara saya juga merapihkan kembali celana saya.Dia menyisir rambutnya, dan merapikan kembali riasan wajahnya, sambil melirik dan tersenyum ke saya penuh bahagia.“Mbak.., besok tetap lho ya jam sepuluh pagi.” saya mengingatkan.“Pasti donk, mana sih yang nggak pengin sarang burungnya dimasukin burung.” canda dia.“Apalagi sarangnya sudah kosong lama ya Mbak..?” godaku.“Pasti enak kok kalau udah lama.” jawab dia.Setelah kami semua rapih, Mbak Yati aku antar pulang dengan tetap berdekapan, dia tertidur di dadaku, tangan kiri saya untuk mendekap dia dan tangan kanan saya untuk pegang stir.Sesampainya di rumah MBak Yati, cuaca masih gerimis. Mbak Yati menawarkan untuk mampir sebentar di rumah.“Vi, masuk dulu yuk..! Aku buatkan kopi hangat kesukaanmu.” ajak Mbak Yati.“Oke dech, aku parkir dulu mobilnya ya..?”Sampai di dalam rumah Mbak Yati, ternyata Tarno tidak ada. Menurut Bi Inah, pembantu Mbak Yati, katanya Tarno hari ini tidak pulang, karena diminta atasannya dinas ke luar kota.“Vi, ternyata Tarno malam ini nggak pulang. Kamu tidur aja disini, di kamar Tarno.” pinta Mbak Yati sambil senyum penuh arti.Aku tahu kemana arah pembicaraan Mbak Yati.“Nggak mau kalau tidur di kamar Tarno, aku takut sendirian.” godaku.“Emangnya takut sama siapa..?”“Ya takut kalau Mbak Yati nanti nggak nyusul ke kamarku.”“Ssstt..! Jangan keras-keras, nanti ada yang denger.” Mbak Yati cemberut, takut kalau ada yang dengar.“Ya udah, aku tidur sendiri di kamar Tarno, kalau nanti malam saya dimakan semut, jangan heran lho Mbak..!” saya pura-pura merajuk.“Nggak usah ribut, mandi sana dulu, nanti malam kalau semua orang udah pada tidur, kamu boleh nyusul aku ke kamar, nggak saya kunci kamarku.” bisik Mbak Yati pelan.“Siip dach..!” aku ceria dan langsung pergi mandi.Habis mandi, badan saya terasa segar kembali. Saya langsung pergi ke kamar, pura-pura tidur. Tetapi di dalam kamar saya membayangkan apa yang akan saya lakukan nanti setelah berada di kamar Mbak Yati. Saya akan bercinta dengan orang yang sudah bertahun-tahun saya idamkan.Jam di kamar saya menunjukkan pukul 12:30 malam. Kudengarkan kondisi di luar kamar sudah kelihatan sepi. Tidak terdengar suara apapun. TV di ruang keluarga juga sudah dimatikan Bi Inah kira-kira jam 11 tadi. Bi Inah adalah orang yang terakhir nonton TV setelah acara Srimulat yang merupakan acara kegemaran Bi Inah. Untuk mempelajari suasana, saya keluar pura-pura pergi ke kamar mandi. setelah benar-benar sepi, saya mengendap-endap masuk ke kamar Mbak Yati.Lampu di kamar Mbak Yati remang-remang. Mbak Yati tidur telentang dengan mengenakan daster tipis yang semakin memperindah lekuk tubuh Mbak Yati. Tubuh Mbak Yati yang mungil tapi padat berisi, terlihat tampak sempurna dibalut daster tersebut. Dengan tidak sabar saya dekap tubuh Mbak Yati yang sedang telentang bagaikan landasan yang sedang menunggu pesawatnya mendarat.Mbak Yati saya dekap hanya tersenyum sambil berbisik, “Sudah nggak sabar ya..?”“Ya Mbak, perasaan waktu kok berjalan pelaan sekali..”Saya cium belakang telinganya yang mungil dan ranum, kemudian ciuman saya bergeser ke pipinya dan akhirnya ke bibirnya yang mungil dan juga ranum. Kedua tangan Mbak Yati mendekap erat di leher saya. Tangan saya yang kiri saya letakkan di bawah kepala Mbak Yati untuk merangkulnya. Sedangkan tangan kanan saya gunakan untuk membelai dan melingkari sekitar susunya. Dan dengan perlahan dan lembut, telapak tangan saya gunakan untuk meremas-remas lingkaran luar payudaranya, dan ternyata Mbak Yati sudah tidak memakai BH lagi.Erangan-erangan lembut Mbak Yati mulai keluar dari bibirnya, sedangkan kedua kakinya bergerak-gerak menandakan birahinya mulai timbul. Remasan-remasan tanganku di seputar susunya mendapatkan reaksi balasan yang cukup baik, karena kekenyalan susu Mbak Yati kelihatan semakin bertambah. Tangan kanan saya geserkan ke bawah, sebentar mengusap perutnya, beralih ke pusarnya, dan akhirnya saya gunakan untuk mengusap kewanitaannya. Ternyata Mbak Yati juga sudah tidak memakai CD, sehingga kemaluannya yang bulat dan mononjol, serta kelembutan rambut kemaluannya dapat saya rasakan dari luar dasternya.Kedua kakinya semakin melebar, memberikan kesempatan seluas-luasnya tangan saya untuk membelai-belai kewanitaannya. Ciuman saya beberapa saat mendarat di bibirnya, kemudian saya alihkan turun ke lehernya, ke belakang telinganya, dan akhirnya turun ke bawah, melewati celah di bukit kembarnya. Saya ciumi lingkaran luar bukit kembarnya, sebelum akhirnya menyiumi puting susunya yang sudah mengacung. Ketika lidah saya menyium sampai ke putingnya, nafas Mbak Yati kelihatan mengangsur, menunjukkan kelegaan.“Uuuccghh.. Allvii..!”Tali daster yang menggantung di pundaknya, saya pelorotkan sehingga menyembullah kedua bukit kembarnya yang kenyal, dengan kedua putingnya yang sudah mengacung dan tegang. Saya ciumi sekali lagi kedua bukit kembarnya, dan saya jilati putingnya dengan lidah. Sementara kedua jari dari tangan kanan saya secara bersamaan membelai-belai kedua selangkangannya, yang terkadang diselingi dengan usapan kemaluan luarnya dengan telapak tangan kanan saya. Belaian ini memberikan kehangatan di bibir kewanitaannya, selain untuk meningkatkan rasa penasaran liang senggamanya.Jari tengah saya gunakan untuk mebelai-belai bibir luar kemaluannya yang sudah sangat basah. Saya usap klitorisnya dengan lembut dan pelan dengan menggunakan ujung jari, membuat Mbak Yati semakin menikmati belaian lembut klitorisnya. Bibir kewanitaannya semakin merekah dan semakin basah.Lidahku masih menari-nari di kedua putingnya yang semakin keras, jilatan lidah saya memberikan sensasi yang kuat bagi Mbak Yati. Terbukti dia semakin erat meremas rambut saya, deru nafasnya semakin memburu dan lenguhannya semakin kencang.“Uuuccgghh.. Aaallvii.. uugghh.. eennaaggkk..”Saya jilati kedua putingnya kanan dan kiri bergantian, sambil meremasi dengan lembut tetapi sedikit menekan kedua susunya dengan kedua tangan saya.Setelah saya puas menciumi susunya, ciuman saya geser ke arah perutnya, saya jilati pusarnya, kembali Mbak Yati sedikit menggelinjang, mungkin karena kegelian. Ciuman terus saya geser ke bawah, ke arah pahanya, turun ke bawah betisnya, terus naik lagi ke atas pahanya, kemudian ciuman saya arahkan ke rambut kemaluannya yang lebat. Mendapat ciuman di rambut kemaluannya, kembali Mbak Yati menggelinjang-gelinjang. Saya buka bibir kemaluannya yang merekah, saya ciumi dan jilati seputar bibir kewanitaannya, terus lidah saya diusapkan ke klitorisnya, dan bergantian saya gigit, terkadang saya hisap klitorisnya.Setiap sentuhan lidah saya menjilat pada klitorisnya, tangan Mbak Yati menjambak rambut saya. Kepalanya menggeleng-geleng, dengan dada yang dibusungkan, kedua kakinya mendekap erat leher saya, dan kicaunya semakin tidak karuan, “Uuuccgghh.. Aaallvvii.. uughh.. ggeellii.. uuff.. ggeellii.. seekkaallii..”Cairan yang keluar dari kemaluannya semakin banyak, bau khas liang senggamanya semakin kuat menyengat. Rintihan, lenguhan yang keluar dari mulut Mbak Yati semakin kacau. Gerakan-gerakan tubuh, kaki dan gelengan-gelengan kepala Mbak Yati semakin kencang. Dadanya tiba-tiba dibusungkan, kedua kakinya tegang dan menjepit kepala saya. Saya mengerti kalau saat ini detik-detik orgasme akan segera melanda Mbak Yati. Untuk memberikan tambahan sensasi kepada Mbak Yati, maka kedua putingnya saya usap-usap dengan kedua jari tangan, dengan mulut tetap menyedot dan menghisap klitorisnya, maka tiba-tiba, “Aaauughh.. Aallvvii aakk.. kkuu.. kkeelluuarr.. Aaacchh..!”Saya tetap menghisap klitorisnya. Dan dengan nafas masih terengah-engah, Mbak Yati bangun dan duduk.“Ayo Alvi.., gantian kamu tidur aja telentang..!” kata Mbak Yati sambil menidurkan saya telentang.Gantian Mbak Yati telungkup di samping saya. Tangannya yang lembut sudah mulai mengelus-elus batang kemaluan saya yang sudah sangat tegang. Mulutnya yang mungil mencium bibir, terus turun ke puting. Saya merasa sedikit kegelian ketika dicium puting saya. Mulutnya terus turun mencium pusar, dan akhirnya saya rasakan ada rasa hangat, basah dan sedikit sedotan sudah menjalar di rudal saya. Ternyata Mbak Yati mulai mengocok dan mengulum kejantanan saya. Mbak Yati mengulumnya dengan penuh nafsu. Matanya terpejam tetapi kepalanya turun naik untuk mengocok rudal saya.Kepala kemaluan saya dijilatinya dengan lidah. Tekstur lidah yang lembut tapi sedikit kasar, membuat seakan ujung jari kaki saya terasa ada getaran listrik yang menjalar di seluruh kepala. Jilatan lidah di kepala rudal memang sangat enak. Aliran listrik terus menerus menjalar di sekujur tubuh saya. Kepala Mbak Yati yang naik turun mengocok kejantanan saya yang saya bantu pegangi dengan kedua tangan. Kocokannya semakin lama semakin kuat, dan hisapan mulutnya seakan meremas-remas seluruh batang keperkasaan saya. Seluruh pori-pori tubuh saya seakan bergetar dan bergolak. Getaran-getaran yang menjalar dari ujung kaki dan dari ujung rambut kepala, seakan mengalir dan bersatu menuju satu titik, yaitu ke arah rudal keperkasaan saya.Getaran-getaran tersebut makin hebat, akhirnya kemaluan saya menjadi seolah tanggul yang menahan air gejolak. Lama-lama pertahanan kemaluanku seakan jebol, dan tiba-tiba saya menjerit.“Mmmbbakk Yaattii.. aaggkkuu kkelluuaarr..!”Mendengar saya mengerang mau keluar, mulut Mbak Yati tidak mau melepaskan batang kejantanan saya, tetapi malah kulumannya dipererat. Mulut Mbak Yati menyedot-nyedot cairan yang keluar dari rudal saya dengan lahapnya, seakan tidak boleh ada yang tersisa. Batang kemaluan saya dihisap-hisapnya seakan menghisap es lilin. Sensasinya sungguh sangat dahsyat. Ternyata Mbak Yati sangat ahli dalam permainan oral.Nafas saya sedikit tersengal, badan sedikit lemas, karena seakan-akan semua cairan yang ada di tubuh, mulai dari ujung kaki sampai dengan kepala, habis keluar tersedot oleh Mbak Yati.Mbak Yati tersenyum puas sambil menggoda, “Gimana rasanya..?”“Waduh.., Mbak luar biasa..” jawabku sambil masih terengah-engah.“Nggak kalahkan dengan yang muda..?” kata Mbak Yati dengan berbangga.“Yaa jelas yang lebih pengalaman donk yang lebih nikmat.”Kami istirahat sejenak sambil minum. Tetapi ternyata Mbak Yati memang luar biasa. Baru istirahat beberapa menit, tangannya sudah mulai bergerak-gerak di perut, di paha dan di selangkangan saya, membuat rasa geli di sekujur tubuh. Tangannya kembali meremas-remasbatang kemaluan saya. Karena masih darah muda, maka hanya sedikit sentuhan, kemaluan saya langsung berdiri dengan gagahnya mencari sasaran. Melihat batang keperksaan saya dengan cepatnya berdiri lagi, wajah Mbak Yati kelihatan berseri-seri. Sambil tangannya tetap mengocoknya, kami saling berciuman. Bibir Mbak Yati yang mungil memang sangat merangsang semua laki-laki yang melihatnya. Ciuman yang lembut dengan usapan-usapan tangan saya ke arah putingnya, membuat birahi Mbak Yati juga cepat naik. Putingnya seakan-akan menjadi tombol birahi. Begitu puting Mbak Yati disenggol, lenguhan nafasnya langsung mengencang, kedua kakinya bergerak-gerak, pertanda birahinya menggebu-gebu.Saya usap liang senggamanya dengan tangan, ternyata liang kenikmatan Mbak Yati sudah sangat basah.“Gila bener cewek ini, cepet sekali birahinya..,” pikir saya dalam hati.Mbak Yati menarik-narik punggung saya, seakan-akan memberi kode agar senjata rudal saya segera dimasukkan ke sarangnya yang sudah lama tidak dikunjungi burung pusaka.“Ayo dong Vi..! Cepetan, Mbak sudah nggak tahan nich..!”Alat vital saya sudah semakin tegang, dan saya sudah tidak sabar untuk merasakan kemaluan Mbak Yati yang mungil. Saya sapukan perlahan-lahan kepala kejantanan saya di bibir kewanitaannya. Kelihatan sekali kalau Mbak Yati menahan nafas, tandanya agak sedikit tegang, seperti gadis yang baru pertama kali main senggama. Setelah menyapukan kepala rudal saya beberapa kali di bibir kenikmatannya dan di klitorisnya. Akhirnya saya masukkan burung saya ke sarangnya dengan sangat perlahan.Kedua tangan Mbak Yati meremas pundak saya. Kepalanya sedikit miring ke kiri, matanya terpejam dan mulutnya sedikit terbuka sangat seksi sekali, tandanya Mbak Yati sangat menikmati proses pemasukan batang kejantanan saya ke liang senggamanya. Lenguhan lega terdengar ketika kepala kemaluanku membentur di dasar liang kenikmatannya. Saya diamkan beberapa saat rudal saya terbenam di liang senggamanya untuk memberikan kesempatan kemaluan Mbak Yati merasakan rudal kenikmatan dengan baik.Saya pompakan batang kejantanan saya ke liang senggama Mbak Yati dengan metode 10:1, yaitu sepuluh kali tusukan hanya setengah dari seluruh panjang batang kejantanan saya, dan satu kali tusukan penuh seluruh batang kejantanan saya sampai membentur ujung rahimnya. Metoda ini membuat Mbak Yati merancau tidak karuan. Setiap kali tusukan saya penuh sampai ujung, saya kocok-kocokkan kejantanan saya beberapa lama, akhirnya saya rasakan kaki Mbak Yati melingkar kuat di pinggang saya.Kedua tangannya mencengkram punggung saya, dan dadanya diangkat membusung, seluruh badannya tegang mengencang, diikuti dengan lenguhan panjang, “Aaacchh.. aauugghh.. Aallvvii.. aakku.. kkeelluuaa.. aa.. rr..!”Batang kemaluan saya terasa sangat basah dan dicengkram sangat kuat. Merasakan remasan-remasan pada rudal saya yang sangat kuat, membuat pertahann saya juga seakan makin jebol dan akhirnya, “Ccrroot.. croot.. crrot..!” saya juga keluar.Setelah permainan itu, saya sering melakukan hubungan seks berkali-kali, bisa seminggu dua kali saya melakukan hubungan seks dengan Mbak Yati. Ternyata nafsu seks Mbak Yati cukup besar, kalau satu minggu saya tidak bermain seks dengan Mbak Yati, pasti Mbak Yati akan main ke rumah, ataupun setelah bekerja, dia akan menelpon saya di kantor untuk meminta jatah.Saya melakukan hubungan seks dengan Mbak Yati bisa dimana saja, asal tempatnya memungkinkan. Baik di rumah saya, di rumah dia, di hotel, di mobil, di garasi, di kamar mandi sambil berendam di bath-tub, di dapur sambil berdiri, bahkan aku pernah bermain seks di atas kap mesin mobil saya. Ternyata berhubungan seks itu kalau dengan perasaan agak takut dan terkadang tergesa-gesa, memberikan pengalaman tersendiri yang cukup mengasyikkan.

Ngentot Ayu BabySitter Tetanggaku

Aku tinggal di komplex perumahan, disitu banyak pasangan muda yang mempercayakan anak balitanya ke para babay sitter. Kalo pagi banyak baby sitter yang ngumpul depan rumahku, memang rumahku rada tusuk sate, sehingga kayanya strategis buat ngerumpi, palagi praktis gak da mobil yang lalu lalang. Kalo lagi dirumah aku suka memperhatikan para baby sitter itu. Umumnya si tampang pembokat yang dipakein seragam baby sitter yang umumnya kalo gak putih, pink atau birumuda warnanya. Tapi ada satu yang laen dari yang laen. Kalo yang laen kulitnya pada sawomatang, yang satu ini putih, manis lagi, gak da tampang pembokat deh. Bodi sih gak kliatan kemontokannya, maklum kan seragam baby sitter pink yang dipakenya rada kebesaran kayanya, sehingga menyamarkan lika liku bodinya. Tinggi tubuhnya sekitar 167 cm. Rambutnya tergerai sebahu. Wajahnya cantik dengan bentuk mata, alis, hidung, dan bibir yang indah. lumayan buat cuci mata. Lama2 dia tau juga kalo aku sering memperhatikan dia kalo lagi didepan rumah. Dia senyum2 ke aku, ya buat pantesnya aku juga senyum ma dia juga. Suatu saat kebetulan dia cuma sendiri di depan rumahku, kesempatan aku untuk kenalan. “Kok sendirian, yang laen pada kemana?” “Gak tau ni om, saya kesiangan si keluarnya”. “Ngapain dulu”. “ada yang dikerjain dirumah”. “Majikan kamu dua2nya kerja ya”. “Iya om, om ndiri kok gini ari masi dirumah, gak kerja mangnya”. “Aku si bebas kok kerjanya, sering kerjanya ya dari rumah aja. Kalo keluar paling ke tempat klien”. “Klien, paan tu om”. “Klien tu langganan”. “Mangnya om jualan apa”. “aku kerja jadi konsultan”. “apa lagi tu konsiltan, maap ya om, jadi nanya terus, bis gak ngarti si”. “Mangnya kamu gak skola ya”, aku bales bertanya. “Cuma sampe SMU om, gak ada biaya buat nerusin, ya mesti cari kerja lah, bantu2 orang tua juga”. “Mangnya ortu dimana, tau kan ortu, orang tua”. “Di kampung om, didaerah banten”. “Pantes kamu putih ya, yang laen pasti dari jawa ya, kulitnya item2″. “Nama kamu sapa si”. “Ayu om, kalo om?” “Aku edo”. “Om gak punya istri ya, kayaknya gak perna kliatan prempuan dirumah ini”. “Aku duda kok, kamu mau jadi prempuan dirumah ini”. “Ah si om, aku balik dulu ya om, dah siang ni, mataharinya dah tinggi, anaknya kepanasan”. “Ya udah”. Sejak itu aku belon dapet kesempatan ngobrol ma Ayu berdua aja karena selalu rame ma baby sitter yang laennya.
Sampe pada suatu sore ketika ku lanja di hypermarket deket rumahku, aku melihat seorang abg, bodinya asik banget, togepasarlah, dia pake tshirt ketat dan jins yang ketat juga, kalo aura kasi aja sih lewat lah. Setelah aku perhattin ternyat Ayu. “Yu,” panggilku. Ayu noleh, “Eh si om, blanja ya om”. “La iyalah, ke hipermarket masak mo nonton bioskop. Kamu blanja juga”. “Cuma beli pemalut aja kok om, siap2 kalo dapet”. “Mangnya dah mo dapet ya”. “Kalo itung kalender si dah ampir om, persisnya si gak tau”. “Kamu seksi banget kalo pake jins ma tshirt Yu, kalo jagain anak mestinya kaya gini pakeannya”. “Kalo nungguin anak kudu pake seragam si om”. “Kamu kok bisa kluyuran kemari”. “Iya om, majikan dua2nya pergi kluar kota, kerumah ortunya katanya, jadi anaknya dibawa. Bete ni om dirumah aja, mana tu nenek2 crewet lagi”. “Nenek2?”. “Iya om, pembantunya, dah tua, crewet banget deh, suka mrintah2, palagi gak ada majikan. Aku tinggal klayapan aja”. “Kmu antuin aku blanja ya, ntar pembalut kamu aku bayarin deh, kamu ada keperluan yang laen gak, skalian aja. Hap kamu tu dah bikinan cina, jadul banget. Aku beliin yang sama merknya dan ada kameranya ya”. “Hp kan mahal om, mending beliian aku pakean dan spatu aja”. “Dua2nya juga bole kok”. “Bener nih om, wah om baek bener deh, pasti ada maunya ni ye”. Aku tersenyum aja, Ayu langsung ke konter hp, dia mencari hp yang sama dengan merk hp lamanya tapi yang ada kameranya. Kebetulan lagi ada program tuker tambah. “Cuma dihargai 50 ribu om”. “Ya udah gak apa, minta tolong mbaknya mindahin isi hp lama kamu ke yang baru aja”. Cukup lama, [proses pembelian dan transfer data dari hp lamanya Ayu ke yang baru. Setelah itu selesai, Ayu menuju ke konter pakean, dia milih jins dan t shirt. “Beli dalemannya bole ya om”. “Buat kamu apa sih yang gak boleh”. Ketkia milih bra, aku jadi tau ukuran toketnya, 34C, pantes kliatan gede banget. Selesainya beli pakean, Ayu milih sendal yang bagusan, abis itu baru kita blanja. Dia beli pembalut dan makanan kecil, aku membeli keperluan rumah untuk sebulan sehingga kereta blanjaan penuh. “Wah balnjanya banyak banget om, sampe sekreta penuh”. kita blanja sambil ngobrol dan becanda. Ayu orangnya enak buat diajak becanda, dia slalu terpingkel2 kalo aku guyonin, sampe pelanggan yang laen pada nengok. “Yu, kalo ketawa jangan keras2, diliat orang tuh”. “Biar aja diliatin, om si bikin lucu2, mana aku tahan gak ketawa”. “Ya udah lucu2 nya terusin dirumahku ya”. Ayu diem aja, aku dah slesai blanjang dan ngantri di kasir. Hari ini rame juga yang blanja jadi ngantri cukup lama sampe slesai bayar. selama ngantre aku terus aja becandain Ayu, dan dia ketawa ketiwi karenanya. Dia membantu memsukkan blanjaanku dan blanjaannya ke mobil dan duduk diseblah aku. “Cari makan dulu ya YU, dah siang nih. Kamu suka makan apa?” “Makan apa juga aku suka”. “Pecel lele doyan gak”. “Doyan om”. Mobil meluncur ke warung pecel lele, aku pesen makanan dan minuman. Kami makan sambil nerusin becanda. Selesai makan dan minum, “Kita mo kemana lagi Yu”. “Ya pulang lah om, dah kenyang gini aku suka ngantuk”. “Kerumahku aja ya, katanya kamu gak mo ketemu sinenek”. “Oke om”. Mobil meluncur pulang.
Sampe dirumah, Ayu membantu mengeluarkan belanjaan dari mobil, diapun membantu menyimpan belanjaanku ditempatnya. Belanjaanya ditumpik aja dideket sofa. Kemudian dia mengeluarkan hp barunya, sambil membaca buku manualnya dia berkenalan dengan hp barunya. Karena aku kringetean, aku tinggalkan dia mandi. Selesai mandi aku hanya mengenakan celana pendek dan kaos buntung aja. “Om santai amat, gak pergi kerja”. “Kan ada kamu, masak aku tinggal”. “ayu tinggal disini sampe sore boleh ya om, om kalo mo pergi kerja pergi aja. aku mo blajar hp baru, makasi ya om, om baek banget deh. Pasti abis ini minta upah ya om”. “Mangnya kamu mo ngasi upahnya apaan”. “apa yang om minta, pasti aku kasi, kalo aku bisa’. Wah nantangin ni anak, pikirku. “Kamu mo nuker baju Yu, aku punya kaos yang gede banget, pasti kalo kamu pake jadi kaya daster”. “Bole deh om, aku mandi aja ya om, gerah nih”. Aku mengambilkan baju kaos gombrongku dan memberikan ke Ayu, “Pake aja anduk aku ya, dikamar mandi ada sabun, mo kramas juga ada sampo”. “Mangnya mandi junub om, pake kramas segala”. “Mangnya gak boleh kalo gak junub kamu kramas”. “Bole juga si om”. Dia menghilang ke kamar mandi. Aku mengambil 2 botol soft drink dari lemari es, kemudian aku menyiapkan video bokep yang aku belon liat. Aku mo macing napsunya Ayu pake video bokep.
Selesai mandi Ayu hanya mengenakan baju kaosku, cukup si buat dia, cuma jadi kaya make rok min saja. 15cm di atas lutut. Paha dan betis yang tidak ditutupi kaosku itu tampak amat mulus. Kulitnya kelihatan licin, dihiasi oleh rambut-rambut halus yang pendek. Pinggulnya yang besar melebar. Pinggangnya kelihatan ramping. Walaupun kaos iru gombrong, tapi kelihatan sekali bentuk toketnya yang besar kenceng itu, sangat menggairahkan, palagi pentilnya tercetak di kaos itu. Rupanya Ayu tidak mengenakan bra. Lehernya jenjang dengan beberapa helai rambut terjuntai. Sementara bau harum sabun mandi terpancar dari tubuhnya. sebagai laki-laki normal, kon tolku berdiri melihat tubuhnya. Dari samping kulihat toketnya begitu menonjol dari balik kaos itu. Melihat Ayu sewaktu membelakangiku, aku terbayang betapa nikmatnya bila tubuh tersebut digeluti dari arah belakang. Kuperhatikan gerak tubuhnya dari belakang. Pinggul yang besar itu meliuk ke kiri-kanan mengimbangi langkah-langkah kakinya. Ingin rasanya kudekap tubuh itu dari belakang erat-erat. Ingin kutempelkan kon tolku di gundukan pantatnya. Dan ingin rasanya kuremas-remas toket montoknya habis-habisan.
Aku duduk di sofa. Ayu menuangkan soft drink ke gelas, “Kok softdrinknya 2 botol om”. “Yang satunua buat kamu”. Dia menunagkan soft drink satunya ke gelas dan membawa ke 2 gelas itu ke sofa. “Om gak ada pembantu ya”. “Ada kok Yu, cuma datengnya 2 kali seminggu, buat bebersih rumah dan nyetrika, aku nyucinya seminggu juga 2 kali, pake mesin cuci, jadi tinggal ngejemur aja kan. Kamu mo nemenin dan bantu aku disini. aku gak tersinggung lo kalo kamu mau”. “Kerjaannya dikit om, ntar aku gak ada kerjaannya”. “Kalo gak ada kerjaan, aku mau kok ngejain kamu tiap ari”, godaku sambil tersenyum. “Ih si om, genit ah”. “Dah ngerti blon hp barunya”. “Dah om, prinsipnya sama dengan hp lama, merknya kan sama, cuma lebi canggih aja. kalo dah dipake ntar juga lancar diri”.
Kembali kita ngobrol ngalor ngidul soal macem2. kesempatan bagiku untuk menatapnya dari dekat tanpa rasa risih. Akhirnya pembicaraan menyerempet soal sex. “Yu, kamu perna maen”. “Maen apaan om”. “Maen ma lelaki”. “Pernah om, ma majikan yang sebelon ini. Aku diprawanin ma dia. Napsunya gede banget deh, kalo maen, pembantunya yang umurnya lebih muda dari aku diembat juga. Cuma kali maen ma pembantu cuma sekali, ma aku bisa ampe 3 kali”. “Ya teranglah, kamu merangsang gini. Pasti pembantunya item kan kaya babysitter laennya”. “Iya sih om”. “Terus napa kok brenti?” “Kepergok ibu om, ketika itu aku lagi man ma majikan, gak taunya ibu pulang mendadak. Langsung deh aku dikluarin. Baiknya ada temen yang ngasi tau ada lowongan di tempat yang skarang”. “Ma majikan yang skarang maen juga?” “Enggak bisa om, kan ada si nenek, bisa dilaporin ibu kalo si bapak macem2 ma aku”. “Kamu dah sering maen terus gak maen2, pa gak kepengen?” “Pengen si om, tapi ma siapa, aku suka gesek2 ndiri kalo lagi mandi”. “Mangnya enak”. “Enak om, ngikutin cara si bapak yang dulu ngegesek”. “Ngegesek apaan Yu”. “Ih om nanya mulu, malu kan aku”. “Kita nonton film ya, asik kok filmnya”. “FIlm apaan om”. “Ya udah kamu liat aja”. Aku memutar video bokep, kayanya orang thai ceweknya sehingga mirip banget ma orang kita, cowoknya bule. “Ih om gedebanget ya punya si bule”. “Ma punya majikan kamu yang duluan gede mana”. “Gede ini om, ampe gak muat tu diemutnya”. “Kamu suka disuru ngemut Yu”. “Iya om, majikan seneng banget kalo diemut”. Ayu terpaku melihat adegan seru di layar kaca, suara ah uh merupakan serenade wajib film bokep terdengar jelas. “Keenakan ya om prempuannya, sampe mengerang2 gitu”. “Mangnya kamu enggak”. “Iya juga sih”.
Setelah melihat Ayu mulai gelisah duduknya, sebentar kaki kiri ditopang kaki kanan, terus sebaliknya, aku tau Ayu dah mulai terangsang. “Napa kok gelisah Yu, kamu napsu ya”, kataku to the point. Ayu diem saja. Kon tolku dah ngaceng dengan kerasnya. Apalagi ketika paha yang putih terbuka karena kaosnya yang tersingkap. Kuelus betisnya. Dia diam saja. elusanku mermabat makin keatas. Ayu menggeliat, geli katanya. Kusingkapkan bagian bawah dasternya sampai sebatas perut. Kini paha mulus itu terhampar di hadapanku. Di atas paha, beberapa helai bulu jembut keluar dari CD yang minim berbentuk segitiga. Sungguh kontras warnanya. Jembutnya berwarna hitam, sedang tubuhnya berwarna putih. Kueluskan tanganku menuju pangkal pahanya sambil kuamati wajah Ayu. Kueluskan perlahan ibu jariku di belahan bibir no noknya. Aku membungkuk diatas pahanya, kuciumi paha mulus tersebut berganti-ganti, kiri dan kanan, sambil tanganku mengusap dan meremasnya perlahan-lahan. Kedua paha tersebut secara otomatis bergerak membuka agak lebar. Kembali kuciumi dan kujilati paha dan betis nya. Nafsuku semakin tinggi. Aku semakin nekad. Kulepaskan kaos Ayu, “Om, Aku mau diapain”, katanya lirih. Aku menghentikan aksiku. Aku memandangi tubuh mulus Ayu tanpa daster menghalanginya. Tubuh moleknya sungguh membangkitkan birahi. toket yang besar membusung, pinggang yang ramping, dan pinggul yang besar melebar. pentilnya berdiri tegak. Kupandangi Ayu. Alangkah cantiknya wajahnya. Lehernya jenjang. Toketnya yang montok bergerak naik-turun dengan teratur mengiringi nafasnya. Pinggangnya ramping, dan pinggulnya yang besar melebar.
“Yu, aku mau ngasi kenikmatan sama kamu, mau enggak”, kataku perlahan sambil mencium toket nya yang montok. Ayu diam saja, matanya terpejam. Hidungku mengendus-endus kedua toket yang berbau harum sambil sesekali mengecupkan bibir dan menjilatkan lidahku.pentil toket kanannya kulahap ke dalam mulutku. Badannya sedikit tersentak ketika pentil itu kugencet perlahan dengan menggunakan lidah dan gigi atasku. “Om…”, rintihnya, rupanya tindakanku membangkitkan napsunya juga. Karena sangat ingin merasakan kenikmatan dien tot, Ayu diam saja membiarkan aku menjelajahi tubuhnya. kusedot-sedot pentil toketnya secara berirama. Mula-mula lemah, lama-lama agak kuperkuat sedotanku. Kuperbesar daerah lahapan bibirku. Kini pentil dan toket sekitarnya yang berwarna kecoklatan itu semua masuk ke dalam mulutku. Kembali kusedot daerah tersebut dari lemah-lembut menjadi agak kuat. Mimik wajah Ayu tampak sedikit berubah, seolah menahan suatu kenikmatan. Kedua toket harum itu kuciumi dan kusedot-sedot secara berirama. kon tolku bertambah tegang. Sambil terus menggumuli toket dengan bibir, lidah, dan wajahnya, aku terus menggesek-gesekkan kon tol di kulit pahanya yang halus dan licin. Kubenamkan wajahku di antara kedua belah gumpalan dada Ayu. perlahan-lahan bergerak ke arah bawah. Kugesek-gesekkan wajahku di lekukan tubuh yang merupakan batas antara gumpalan toket dan kulit perutnya. Kiri dan kanan kuciumi dan kujilati secara bergantian. Kecupan-kecupan bibirku, jilatan-jilatan lidahku, dan endusan-endusan hidungku pun beralih ke perut dan pinggang Ayu. Sementara gesekan-gesekan kepala kon tolku kupindahkan ke betisnya. Bibir dan lidahku menyusuri perut sekeliling pusarnya yang putih mulus. wajahku bergerak lebih ke bawah. Dengan nafsu yang menggelora kupeluk pinggulnya secara perlahan-lahan. Kecupanku pun berpindah ke CD tipis yang membungkus pinggulnya tersebut. Kususuri pertemuan antara kulit perut dan CD, ke arah pangkal paha. Kujilat helaian-helaian rambut jembutnya yang keluar dari CDnya. Lalu kuendus dan kujilat CD pink itu di bagian belahan bibir no noknya. Ayu makin terengah menahan napsunya, sesekali terdengar lenguhannya menahan kenikmatan yang dirasakannya.
Aku bangkit dan melepaskan semua yang menempek ditubuhku. “Punya om gede banget, kayanya segede punya si bule deh”. Dengan posisi berdiri di atas lutut kukangkangi tubuhnya. kon tolku yang tegang kutempelkan di kulit toket Ayu. Kepala kon tol kugesek-gesekkan di toket yang montok itu. Sambil kukocok batangnya dengan tangan kananku, kepala kon tol terus kugesekkan di toketnya, kiri dan kanan. Setelah sekitar dua menit aku melakukan hal itu. Kuraih kedua belah gumpalan toket Ayu yang montok itu. Aku berdiri di atas lutut dengan mengangkangi pinggang ramping Ayu dengan posisi badan sedikit membungkuk. Batang kon tolku kujepit dengan kedua gumpalan toketnya. Kini rasa hangat toket Ayu terasa mengalir ke seluruh batang kon tolku. Perlahan-lahan kugerakkan maju-mundur kon tolku di cekikan kedua toket Ayu. Kekenyalan daging toket tersebut serasa memijit-mijit batang kon tolku, memberi rasa nikmat yang luar biasa. Di kala maju, kepala kon tolku terlihat mencapai pangkal lehernya yang jenjang. Di kala mundur, kepala kon tolku tersembunyi di jepitan toketnya.
Lama-lama gerak maju-mundur kon tolku bertambah cepat, dan kedua toket nya kutekan semakin keras dengan telapak tanganku agar jepitan di batang kon tolku semakin kuat. Aku pun merem melek menikmati enaknya jepitan toketnya. Ayu pun mendesah-desah tertahan, “Ah… hhh… hhh… ah…”kon tolku pun mulai melelehkan sedikit cairan. Cairan tersebut membasahi belahan toket Ayu. Oleh gerakan maju-mundur kon tolku di dadanya yang diimbangi dengan tekanan-tekanan dan remasan-remasan tanganku di kedua toketnya, cairan itu menjadi teroles rata di sepanjang belahan dadanya yang menjepit batang kon tolku. Cairan tersebut menjadi pelumas yang memperlancar maju-mundurnya kon tolku di dalam jepitan toketnya. Dengan adanya sedikit cairan dari kon tolku tersebut aku merasakan keenakan dan kehangatan yang luar biasa pada gesekan-gesekan batang dan kepala kon tolku dengan toketnya. “Hih… hhh… … Luar biasa enaknya…,” aku tak kuasa menahan rasa enak yang tak terperi. Nafas Ayu menjadi tidak teratur. Desahan-desahan keluar dari bibirnya , yang kadang diseling desahan lewat hidungnya, “Ngh… ngh… hhh… heh… eh… ngh…” Desahan-desahan Ayu semakin membuat nafsuku makin memuncak. Gesekan-gesekan maju-mundurnya kon tolku di jepitan toketnya semakin cepat. kon tolku semakin tegang dan keras. Kurasakan pembuluh darah yang melalui batang kon tolku berdenyut-denyut, menambah rasa hangat dan nikmat yang luar biasa. “Enak sekali, Yu”, erangku tak tertahankan. Aku menggerakkan maju-mundur kon tolku di jepitan toket Ayu dengan semakin cepatnya. Rasa enak yang luar biasa mengalir dari kon tol ke syaraf-syaraf otakku. Kulihat wajah Ayu. Alis matanya bergerak naik turun seiring dengan desah-desah perlahan bibirnya akibat tekanan-tekanan, remasan-remasan, dan kocokan-kocokan di toketnya. Ada sekitar lima menit aku menikmati rasa keenakan luar biasa di jepitan toketnya itu.
Toket sebelah kanannya kulepas dari telapak tanganku. Tangan kananku lalu membimbing kon tol dan menggesek-gesekkan kepala kon tol dengan gerakan memutar di kulit toketnya yang halus mulus. Sambil jari-jari tangan kiriku terus meremas toket kiri Ayu, kon tolku kugerakkan memutar-mutar menuju ke bawah. Ke arah perut. Dan di sekitar pusarnya, kepala kon tolku kugesekkan memutar di kulit perutnya yang putih mulus, sambil sesekali kusodokkan perlahan di lobang pusarnya. kucopot CD minimnya. Pinggul yang melebar itu tidak berpenutup lagi. Kulit perut yang semula tertutup CD tampak jelas sekali. Licin, putih, dan amat mulus. Di bawah perutnya, jembut yang hitam lebat menutupi daerah sekitar lobang no noknya. Kedua paha mulus Ayu kurenggangkan lebih lebar. Kini hutan lebat di bawah perut tadi terkuak, mempertontonkan no noknya. Aku pun mengambil posisi agar kon tolku dapat mencapai no nok Ayu dengan mudahnya. Dengan tangan kanan memegang batang kon tol, kepalanya kugesek-gesekkan ke jembut Ayu. Rasa geli menggelitik kepala kon tolku. kepala kon tolku bergerak menyusuri jembut menuju ke no noknya. Kugesek-gesekkan kepala kon tol ke sekeliling bibir no noknya. Terasa geli dan nikmat. kepala kon tol kugesekkan agak ke arah lobang. Dan menusuk sedikit ke dalam. Lama-lama dinding mulut lobang no nok itu menjadi basah. Kugetarkan perlahan-lahan kon tolku sambil terus memasuki lobang no nok. Kini seluruh kepala kon tolku yang berhelm pink tebenam dalam jepitan mulut no nok Ayu. Jepitan mulut no nok itu terasa hangat dan enak sekali. Kembali dari mulut Ayu keluar desisan kecil tanda nikmat tak terperi. kon tolku semakin tegang. Sementara dinding mulut no nok Ayu terasa semakin basah. Perlahan-lahan kon tolku kutusukkan lebih ke dalam. Kini tinggal separuh batang yang tersisa di luar. Secara perlahan kumasukkan kon tolku ke dalam no nok. Terbenam sudah seluruh batang kon tolku di dalam no nok Ayu. Sekujur batang kon tol sekarang dijepit oleh no nok Ayu dengan sangat enaknya. secara perlahan-lahan kugerakkan keluar-masuk kon tolku ke dalam no noknya. Sewaktu keluar, yang tersisa di dalam no nok hanya kepala kon tol saja. Sewaktu masuk seluruh kon tol terbenam di dalam no nok sampai batas pangkalnya. Rasa hangat dan enak yang luar biasa kini seolah memijiti seluruh bagian kon tolku. Aku terus memasuk-keluarkan kon tolku ke lobang no noknya. Alis matanya terangkat naik setiap kali kon tolku menusuk masuk no noknya secara perlahan. Bibir segarnya yang sensual sedikit terbuka, sedang giginya erkatup rapat. Dari mulut sexy itu keluar desis kenikmatan, “Sssh…sssh… hhh… hhh… ssh… sssh…” Aku terus mengocok perlahan-lahan no noknya. Enam menit sudah hal itu berlangsung. Kembali kukocok secara perlahan no noknya. Kurasakan enaknya jepitan otot-otot no nok pada kon tolku. Kubiarkan kocokan perlahan tersebut sampai selama dua menit. Kembali kutarik kon tolku dari no nok Ayu. Namun kini tidak seluruhnya, kepala kon tol masih kubiarkan tertanam dalam mulut no noknya. Sementara batang kon tol kukocok dengan jari-jari tangan kananku dengan cepatnya.
Rasa enak itu agaknya dirasakan pula oleh Ayu. Ayu mendesah-desah akibat sentuhan-sentuhan getar kepala kon tolku pada dinding mulut no noknya, “Sssh… sssh… zzz…ah… ah… hhh…” Tiga menit kemudian kumasukkan lagi seluruh kon tolku ke dalam no nok Ayu. Dan kukocok perlahan. Kunikmati kocokan perlahan pada no noknya kali ini lebih lama. Sampai kira-kira empat menit. Lama-lama aku tidak puas. Kupercepat gerakan keluar-masuk kon tolku pada no noknya. Kurasakan rasa enak sekali menjalar di sekujur kon tolku. Aku sampai tak kuasa menahan ekspresi keenakanku. Sambil tertahan-tahan, aku mendesis-desis, “Yu… no nokmu luar biasa… nikmatnya…” Gerakan keluar-masuk secara cepat itu berlangsung sampai sekitar empat menit. rasa gatal-gatal enak mulai menjalar di sekujur kon tolku.
Berarti beberapa saat lagi aku akan ngecret. Kucopot kon tolku dari no nok Ayu.Segera aku berdiri dengan lutut mengangkangi tubuhnya agar kon tolku mudah mencapai toketnya. Kembali kuraih kedua belah toket montok itu untuk menjepit kon tolku yang berdiri dengan amat gagahnya. Agar kon tolku dapat terjepit dengan enaknya, aku agak merundukkan badanku. kon tol kukocokkan maju-mundur di dalam jepitan toketnya. Cairan no nok Ayu yang membasahi kon tolku kini merupakan pelumas pada gesekan-gesekan kon tolku dan kulit toketnya. “Oh… hangatnya… Sssh… nikmatnya…Tubuhmu luarrr biasa…”, aku merintih-rintih keenakan. Ayu juga mendesis-desis keenakan, “Sssh.. sssh… sssh…” Giginya tertutup rapat. Alis matanya bergerak ke atas ke bawah. Aku mempercepat maju-mundurnya kon tolku. Aku memperkuat tekananku pada toketnya agar kon tolku terjepit lebih kuat. Rasa enak menjalar lewat kon tolku. Rasa hangat menyusup di seluruh kon tolku. Karena basah oleh cairan no nok, kepala kon tolku tampak amat mengkilat di saat melongok dari jepitan toket Ayu. Leher kon tol yang berwarna coklat tua dan helm kon tol yang berwarna pink itu menari-nari di jepitan toketnya. Lama-lama rasa gatal yang menyusup ke segenap penjuru kon tolku semakin menjadi-jadi. Semakin kupercepat kocokan kon tolku pada toket Ayu. Rasa gatal semakin hebat. Rasa hangat semakin luar biasa. Dan rasa enak semakin menuju puncaknya. Tiga menit sudah kocokan hebat kon tolku di toket montok itu berlangsung. Dan ketika rasa gatal dan enak di kon tolku hampir mencapai puncaknya, aku menahan sekuat tenaga benteng pertahananku sambil mengocokkan kon tol di kempitan toket indah Ayu dengan sangat cepatnya. Rasa gatal, hangat, dan enak yang luar biasa akhirnya mencapai puncaknya. Aku tak kuasa lagi membendung jebolnya tanggul pertahananku. “Ayu…!” pekikku dengan tidak tertahankan. Mataku membeliak-beliak. Jebollah pertahananku. Rasa hangat dan nikmat yang luar biasa menyusup ke seluruh sel-sel kon tolku saat menyemburkan peju. Crot! Crot! Crot! Crot!
Pejuku menyemprot dengan derasnya. Sampai empat kali. Kuat sekali semprotannya, sampai menghantam rahang Ayu. Peju tersebut berwarna putih dan kelihatan sangat kental. Dari rahang peju mengalir turun ke arah leher Ayu. Peju yang tersisa di dalam kon tolku pun menyusul keluar dalam tiga semprotan. Cret! Cret! Cret! Kali ini semprotannya lemah. Semprotan awal hanya sampai pangkal lehernya, sedang yang terakhir hanya jatuh di atas belahan toketnya. Aku menikmati akhir-akhir kenikmatan. “Luar biasa… Yu, nikmat sekali tubuhmu…,” aku bergumam. “Kok gak dikeluarin di dalem aja om”, kata Ayu lirih. “Gak apa kalo om ngecret didalem Yu”, jawabku. “Gak apa om, Ayu pengen ngerasain kesemprot peju anget. Tapi Ayu ngerasa nikmat sekali om, belum pernah Ayu ngerasain kenikmatan seperti ini”, katanya lagi. “Ini baru ronde pertama Yu, mau lagi kan ronde kedua”, kataku. “Mau om, tapi ngecretnya didalem ya”, jawabnya. “Kok tadi kamu diem aja Yu”, kataku lagi. “Bingung om, tapi nikmat”, jawabnya sambil tersenyum. “Engh…” Ayu menggeliatkan badannya. Aku segera mengelap kon tol dengan tissue yang ada di atas meja, dan memakai celana pendek. beberapa lembar tissue kuambil untuk mengelap pejuku yang berleleran di rahang, leher, dan toket Ayu. Ada yang tidak dapat dilap, yakni cairan pejuku yang sudah terlajur jatuh di rambut kepalanya. “Mo kemana om”, tanyanya. “Mo ambil minum dulu”, jawabku. “Kok celananya dipake, katanya mau ronde kedua”, katanya. Rupanya Ayu sudah pengen aku menggelutinya sekali lagi.
Aku kembali membawa gelas berisi air putih, kuberikan kepada Ayu yang langsung menenggaknya sampe habis. Aku keluar lagi untuk mengisi gelas dengan air dan kembali lagi ke kekamar. Masih tidak puas aku memandangi toket indah yang terhampar di depan mataku tersebut. mataku memandang ke arah pinggangnya yang ramping dan pinggulnya yang melebar indah. Terus tatapanku jatuh ke no noknya yang dikelilingi oleh bulu jembut hitam jang lebat. Betapa enaknya ngen totin Ayu. Aku ingin mengulangi permainan tadi, menggeluti dan mendekap kuat tubuhnya. Mengocok no noknya dengan kon tolku dengan irama yang menghentak-hentak kuat. Dan aku dapat menyemprotkan pejuku di dalam no noknya sambil merengkuh kuat-kuat tubuhnya saat aku nyampe. Nafsuku terbakar.
“Ayu…,” desahku penuh nafsu. Bibirku pun menggeluti bibirnya. Bibir sensual yang menantang itu kulumat-lumat dengan ganasnya. Sementara Ayu pun tidak mau kalah. Bibirnya pun menyerang bibirku dengan dahsyatnya, seakan tidak mau kedahuluan oleh lumatan bibirku. Kedua tangankupun menyusup diantara lengan tangannya. Tubuhnya sekarang berada dalam dekapanku. Aku mempererat dekapanku, sementara Ayu pun mempererat pelukannya pada diriku. Kehangatan tubuhnya terasa merembes ke badanku, toketnya yang membusung terasa semakin menekan dadaku. Jari-jari tangan Ayu mulai meremas-remas kulit punggungku. Ayu mencopot celanaku.Ayu pun merangkul punggungku lagi. Aku kembali mendekap erat tubuh Ayu sambil melumat kembali bibirnya. Aku terus mendekap tubuhnya sambil saling melumat bibir. Sementara tangan kami saling meremas-remas kulit punggung. Kehangatan menyertai tubuh bagian depan kami yang saling menempel. Kini kurasakan toketnya yang montok menekan ke dadaku. Dan ketika saling sedikit bergeseran, pentilnya seolah-olah menggelitiki dadaku. kon tolku terasa hangat dan mengeras. Tangan kiriku pun turun ke arah perbatasan pinggang ramping dan pinggul besar Ayu, menekannya kuat-kuat dari belakang ke arah perutku. kon tolku tergencet perut bawahku dan perut bawah Ayu dengan enaknya. Sementara bibirku bergerak ke arah lehernya.kuciumi, kuhisap-hisap dengan hidungku, dan kujilati dengan lidahku. “Ah… geli… geli…,” desah Ayu sambil menengadahkan kepala, agar seluruh leher sampai dagunya terbuka dengan luasnya. Ayu pun membusungkan dadanya dan melenturkan pinggangnya ke depan. Dengan posisi begitu, walaupun wajahku dalam keadaan menggeluti lehernya, tubuh kami dari dada hingga bawah perut tetap dapat menyatu dengan rapatnya. Tangan kananku lalu bergerak ke dadanya yang montok, dan meremas-remas toket tersebut dengan perasaan gemas.
Setelah puas menggeluti lehernya, wajahku turun ke arah belahan dadanya. Aku berdiri dengan agak merunduk. Tangan kiriku pun menyusul tangan kanan, yakni bergerak memegangi toket. Kugeluti belahan toket Ayu, sementara kedua tanganku meremas-remas kedua belah toketnya sambil menekan-nekankannya ke arah wajahku. Kugesek-gesekkan memutar wajahku di belahan toket itu. bibirku bergerak ke atas bukit toket sebelah kiri. Kuciumi bukit toket nya, dan kumasukkan pentil toket di atasnya ke dalam mulutku. Kini aku menyedot-sedot pentil toket kiri Ayu. Kumainkan pentil di dalam mulutku itu dengan lidahku. Sedotan kadang kuperbesar ke puncak bukit toket di sekitar pentil yang berwarna coklat. “Ah… ah… om…geli…,” Ayu mendesis-desis sambil menggeliatkan tubuh ke kiri-kanan. Aku memperkuat sedotanku. Sementara tanganku meremas kuat toket sebelah kanan. Kadang remasan kuperkuat dan kuperkecil menuju puncak bukitnya, dan kuakhiri dengan tekanan-tekanan kecil jari telunjuk dan ibu jariku pada pentilnya. “Om… hhh… geli… geli… enak… enak… ngilu…ngilu…” Aku semakin gemas. toket Ayu itu kumainkan secara bergantian, antara sebelah kiri dan sebelah kanan. Bukit toket kadang kusedot sebesar-besarnya dengan tenaga isap sekuat-kuatnya, kadang yang kusedot hanya pentilnya dan kucepit dengan gigi atas dan lidah. Belahan lain kadang kuremas dengan daerah tangkap sebesar-besarnya dengan remasan sekuat-kuatnya, kadang hanya kupijit-pijit dan kupelintir-pelintir kecil pentil yang mencuat gagah di puncaknya. “Ah…om… terus… hzzz…ngilu… ngilu…” Ayu mendesis-desis keenakan. Matanya kadang terbeliak-beliak. Geliatan tubuhnya ke kanan-kiri semakin sering frekuensinya.Sampai akhirnya Ayu tidak kuat melayani serangan-serangan awalku. Jari-jari tangan kanan Ayu yang mulus dan lembut menangkap kon tolku yang sudah berdiri dengan gagahnya. “Om.. Batang kon tolnya besar ya”, ucapnya. Sambil membiarkan mulut, wajah, dan tanganku terus memainkan dan menggeluti kedua belah toketnya, jari-jari lentik tangan kanannya meremas-remas perlahan kon tolku secara berirama. Remasannya itu memberi rasa hangat dan nikmat pada batang kon tolku. kurengkuh tubuhnyadengan gemasnya. Kukecup kembali daerah antara telinga dan lehernya. Kadang daun telinga sebelah bawahnya kukulum dalam mulutku dan kumainkan dengan lidahku. Kadang ciumanku berpindah ke punggung lehernya yang jenjang. Kujilati pangkal helaian rambutnya yang terjatuh di kulit lehernya. Sementara tanganku mendekap dadanya dengan eratnya. Telapak dan jari-jari tanganku meremas-remas kedua belah toketnya. Remasanku kadang sangat kuat, kadang melemah. Sambil telunjuk dan ibu jari tangan kananku menggencet dan memelintir perlahan pentil toket kirinya, sementara tangan kiriku meremas kuat bukit toket kanannya dan bibirku menyedot kulit mulus pangkal lehernya yang bebau harum, kon tolku kugesek-gesekkan dan kutekan-tekankan ke perutnya. Ayu pun menggelinjang ke kiri-kanan. “Ah… om… ngilu… terus om… terus… ah… geli…geli…terus… hhh… enak… enaknya… enak…,” Ayu merintih-rintih sambil terus berusaha menggeliat ke kiri-kanan dengan berirama sejalan dengan permainan tanganku di toketnya. Akibatnya pinggulnya menggial ke kanan-kiri. Goyang gialan pinggul itu membuat kon tolku yang sedang menggesek-gesek dan menekan-nekan perutnya merasa semakin keenakan. “Ayu… enak sekali Ayu… sssh… luar biasa… enak sekali…,” aku pun mendesis-desis keenakan. “Om keenakan ya? Batang kon tol om terasa besar dan keras sekali menekan perut Ayu. Wow… kon tol om terasa hangat di kulit perut Ayu. tangan om nakal sekali … ngilu,…,” rintih Ayu. “Jangan mainkan hanya pentilnya saja… geli… remas seluruhnya saja…” Ayu semakin menggelinjang-gelinjang dalam dekapan eratku. Dia sudah makin liar saja desahannya, rupanya dia sangat menikmati gelutannya. “om.. remasannya kuat sekali… Tangan om nakal sekali…Sssh… sssh… ngilu… ngilu…Ak… kon tol om … besar sekali… kuat sekali…”
Ayu menarik wajahku mendekat ke wajahnya. bibirnya melumat bibirku dengan ganasnya. Aku pun tidak mau kalah. Kulumat bibirnya dengan penuh nafsu yang menggelora, sementara tanganku mendekap tubuhnya dengan kuatnya. Kulit punggungnya yang teraih oleh telapak tanganku kuremas-remas dengan gemasnya. Kemudian aku menindihi tubuh Ayu. kon tolku terjepit di antara pangkal pahanya dan perutku bagian bawah sendiri. Rasa hangat mengalir ke batang kon tolku yang tegang dan keras. Akhirnya aku tidak sabar lagi. Bibirku kini berpindah menciumi dagu dan lehernya, sementara tanganku membimbing kon tolku untuk mencari liang no noknya. Kuputar-putarkan dulu kepala kon tolku di kelebatan jembut disekitar bibir no nok Ayu. Ayu meraih batang kon tolku yang sudah amat tegang. Pahanya yang mulus itu terbuka agak lebar. “Om kon tolnya besar dan keras sekali” katanya sambil mengarahkan kepala kon tolku ke lobang no noknya. kepala kon tolku menyentuh bibir no noknya yang sudah basah. dengan perlahan-lahan dan sambil kugetarkan, kon tol kutekankan masuk ke liang no nok. Kini seluruh kepala kon tolku pun terbenam di dalam no noknya. Aku menghentikan gerak masuk kon tolku.
“Om… teruskan masuk… Sssh… enak… jangan berhenti sampai situ saja…,” Ayu protes atas tindakanku. Namun aku tidak perduli. Kubiarkan kon tolku hanya masuk ke lobang no noknya hanya sebatas kepalanya saja, namun kon tolku kugetarkan dengan amplituda kecil. Sementara bibir dan hidungku dengan ganasnya menggeluti lehernya yang jenjang, lengan tangannya yang harum dan mulus, dan ketiaknya yang bersih dari bulu ketiak. Ayu menggelinjang-gelinjang dengan tidak karuan. “Sssh… sssh…enak… enak… geli… geli, om. Geli… Terus masuk, om..” Bibirku mengulum kulit lengan tangannya dengan kuat-kuat. Sementara tenaga kukonsentrasikan pada pinggulku. Dan… satu… dua… tiga! kon tolku kutusukkan sedalam-dalamnya ke dalam no nok Ayu dengan sangat cepat dan kuatnya. Plak! Pangkal pahaku beradu dengan pangkal pahanya yang sedang dalam posisi agak membuka dengan kerasnya. Sementara kulit batang kon tolku bagaikan diplirid oleh bibir no noknya yang sudah basah dengan kuatnya sampai menimbulkan bunyi: srrrt! “Auwww!” pekik Ayu. Aku diam sesaat, membiarkan kon tolku tertanam seluruhnya di dalam no nok Ayu tanpa bergerak sedikit pun. “Sakit om… ” kata Ayu sambil tangannya meremas punggungku dengan kerasnya. Aku pun mulai menggerakkan kon tolku keluar-masuk no nok Ayu. Aku tidak tahu, apakah kon tolku yang berukuran panjang dan besar ataukah lubang no nok Ayu yang berukuran kecil. Yang saya tahu, seluruh bagian kon tolku yang masuk no noknya serasa dipijit-pijit dinding lobang no noknya dengan agak kuatnya. “Bagaimana Yu, sakit?” tanyaku. “Sssh… enak sekali… enak sekali… kon tol om besar dan panjang sekali… sampai-sampai menyumpal penuh seluruh penjuru lobang no nok Ayu..,” jawabnya. Aku terus memompa no nok Ayu dengan kon tolku perlahan-lahan. toketnya yang menempel di dadaku ikut terpilin-pilin oleh dadaku akibat gerakan memompa tadi. Kedua pentilnya yang sudah mengeras seakan-akan mengkilik-kilik dadaku. kon tolku serasa diremas-remas dengan berirama oleh otot-otot no noknya sejalan dengan genjotanku tersebut. Terasa hangat dan enak sekali. Sementara setiap kali menusuk masuk kepala kon tolku menyentuh suatu daging hangat di dalam no nok Ayu. Sentuhan tersebut serasa menggelitiki kepala kon tol sehingga aku merasa sedikit kegelian. Geli-geli nikmat.
aku mengambil kedua kakinya dan mengangkatnya. Sambil menjaga agar kon tolku tidak tercabut dari lobang no noknya, aku mengambil posisi agak jongkok. Betis kanan Ayu kutumpangkan di atas bahuku, sementara betis kirinya kudekatkan ke wajahku. Sambil terus mengocok no noknya perlahan dengan kon tolku, betis kirinya yang amat indah itu kuciumi dan kukecupi dengan gemasnya. Setelah puas dengan betis kiri, ganti betis kanannya yang kuciumi dan kugeluti, sementara betis kirinya kutumpangkan ke atas bahuku. Begitu hal tersebut kulakukan beberapa kali secara bergantian, sambilmempertahankan gerakan kon tolku maju-mundur perlahan di no nok Ayu. Setelah puas dengan cara tersebut, aku meletakkan kedua betisnya di bahuku, sementara kedua telapak tanganku meraup kedua belah toketnya. Masih dengan kocokan kon tol perlahan di no noknya, tanganku meremas-remas toket montok Ayu. Kedua gumpalan daging kenyal itu kuremas kuat-kuat secara berirama. Kadang kedua pentilnya kugencet dan kupelintir-pelintir secara perlahan. pentil itu semakin mengeras, dan bukit toket itu semakin terasa kenyal di telapak tanganku. Ayu pun merintih-rintih keenakan. Matanya merem-melek, dan alisnya mengimbanginya dengan sedikit gerakan tarikan ke atas dan ke bawah. “Ah… om, geli… geli… … Ngilu om, ngilu… Sssh… sssh… terus om, terus…. kon tol om membuat no nok aku merasa enak sekali… Nanti jangan dingecretinkan di luar no nok, ya om. Ngecret di dalam saja… ” Aku mulai mempercepat gerakan masuk-keluar kon tolku di no nok Ayu. “Ah-ah-ah… bener, om. Bener… yang cepat. Terus om, terus… ” Aku bagaikan diberi spirit oleh rintihan-rintihan Ayu. Tenagaku menjadi berlipat ganda. Kutingkatkan kecepatan keluar-masuk kon tolku di no nok Ayu. Terus dan terus. Seluruh bagian kon tolku serasa diremas-remas dengan cepatnya oleh no nok Ayu. Mata Ayu menjadi merem-melek. Begitu juga diriku, mataku pun merem-melek dan mendesis-desis karena merasa keenakan yang luar biasa.
“Sssh… sssh… Ayu… enak sekali… enak sekali no nokmu… enak sekali no nokmu…” “Ya om, Ayu juga merasa enak sekali… terusss…terus om, terusss…” Aku meningkatkan lagi kecepatan keluar-masuk kon tolku pada no noknya. “Om… sssh… sssh… Terus… terus… aku hampir nyampe…sedikit lagi… sama-sama ya om…,” Ayu jadi mengoceh tanpa kendali. Aku mengayuh terus. Aku belum merasa mau ngecret. Namun aku harus membuatnya nyampe duluan. Sementara kon tolku merasakan no nok Ayu bagaikan berdenyut dengan hebatnya. “Om… Ah-ah-ah-ah-ah… Mau keluar om… mau keluar..ah-ah-ah-ah-ah… sekarang ke-ke-ke…” Tiba-tiba kurasakan kon tolku dijepit oleh dinding no nok Ayu dengan sangat kuatnya. Di dalam no nok, kon tolku merasa disemprot oleh cairan yang keluar dari no nok Ayu dengan cukup derasnya. Dan telapak tangan Ayu meremas lengan tanganku dengan sangat kuatnya. Ayu pun berteriak tanpa kendali: “…keluarrr…!” Mata Ayu membeliak-beliak. Sekejap tubuh Ayu kurasakan mengejang.
Aku pun menghentikan genjotanku. kon tolku yang tegang luar biasa kubiarkan tertanam dalam no nok Ayu. kon tolku merasa hangat luar biasa karena terkena semprotan cairan no nok Ayu. Kulihat mata Ayu memejam beberapa saat dalam menikmati puncaknya. Setelah sekitar satu menit berlangsung, remasan tangannya pada lenganku perlahan-lahan mengendur. Kelopak matanya pun membuka, memandangi wajahku. Sementara jepitan dinding no noknya pada kon tolku berangsur-angsur melemah, walaupun kon tolku masih tegang dan keras. Kedua kaki Ayu lalu kuletakkan kembali di atas ranjang dengan posisi agak membuka. Aku kembali menindih tubuh telanjang Ayu dengan mempertahankan agar kon tolku yang tertanam di dalam no noknya tidak tercabut.
“Om… luar biasa… rasanya seperti ke langit ke tujuh,” kata Ayu dengan mimik wajah penuh kepuasan. kon tolku masih tegang di dalam no noknya. kon tolku masih besar dan keras. Aku kembali mendekap tubuh Ayu. kon tolku mulai bergerak keluar-masuk lagi di no nok Ayu, namun masih dengan gerakan perlahan. Dinding no nok Ayu secara berangsur-angsur terasa mulai meremas-remas kon tolku. Terasa hangat dan enak. Namun sekarang gerakan kon tolku lebih lancar dibandingkan dengan tadi. Pasti karena adanya cairan yang disemprotkan oleh no nok Ayu beberapa saat yang lalu.”Ahhh.. om… langsung mulai lagi… Sekarang giliran om.. semprotkan peju om di no nok aku.. Sssh…,” Ayu mulai mendesis-desis lagi. Bibirku mulai memagut bibir Ayu dan melumat-lumatnya dengan gemasnya. Sementara tangan kiriku ikut menyangga berat badanku, tangan kananku meremas-remas toket Ayu serta memijit-mijit pentilnya, sesuai dengan irama gerak maju-mundur kon tolku di no noknya. “Sssh… sssh… sssh… enak om, enak… Terus…teruss… terusss…,” desis Ayu. Sambil kembali melumat bibir Ayu dengan kuatnya, aku mempercepat genjotan kon tolku di no noknya. Pengaruh adanya cairan di dalam no nok Ayu, keluar-masuknya kon tol pun diiringi oleh suara, “srrt-srret srrrt-srrret srrt-srret…” Ayu tidak henti-hentinya merintih kenikmatan, “Om… ah… ” kon tolku semakin tegang. Kulepaskan tangan kananku dari toketnya. Kedua tanganku kini dari ketiak Ayu menyusup ke bawah dan memeluk punggungnya. Tangan Ayu pun memeluk punggungku dan mengusap-usapnya. Aku pun memulai serangan dahsyatku. Keluar-masuknya kon tolku ke dalam no nok Ayu sekarang berlangsung dengan cepat dan bertenaga. Setiap kali masuk, kon tol kuhunjamkan keras-keras agar menusuk no nok Ayu sedalam-dalamnya. kon tolku bagai diremas dan dihentakkan kuat-kuat oleh dinding no nok Ayu.
Sampai di langkah terdalam, mata Ayu membeliak sambil bibirnya mengeluarkan seruan tertahan, “Ak!” Sementara daging pangkal pahaku bagaikan menampar daging pangkal pahanya sampai berbunyi: plak! Di saat bergerak keluar no nok, kon tol kujaga agar kepalanya tetap tertanam di lobang no nok. Remasan dinding no nok pada batang kon tolku pada gerak keluar ini sedikit lebih lemah dibanding dengan gerak masuknya. Bibir no nok yang mengulum batang kon tolku pun sedikit ikut tertarik keluar. Pada gerak keluar ini Ayu mendesah, “Hhh…” Aku terus menggenjot no nok Ayu dengan gerakan cepat dan menghentak-hentak. Tangan Ayu meremas punggungku kuat-kuat di saat kon tolku kuhunjam masuk sejauh-jauhnya ke lobang no noknya. Beradunya daging pangkal paha menimbulkan suara: Plak! Plak! Plak! Plak! Pergeseran antara kon tolku dan no nok Ayu menimbulkan bunyi srottt-srrrt… srottt-srrrt… srottt-srrrt… Kedua nada tersebut diperdahsyat oleh pekikan-pekikan kecil Ayu: “Ak! Hhh… Ak! Hhh… Ak! Hhh…” kon tolku terasa empot-empotan luar biasa. “Yu… Enak sekali Yu… no nokmu enak sekali… no nokmu hangat sekali… jepitan no nokmu enak sekali…” “Om… terus om…,” rintih Ayu, “enak om… enaaak… Ak! Hhh…” Tiba-tiba rasa gatal menyelimuti segenap penjuru kon tolku. Gatal yang enak sekali. Aku pun mengocokkan kon tolku ke no noknya dengan semakin cepat dan kerasnya. Setiap masuk ke dalam, kon tolku berusaha menusuk lebih dalam lagi dan lebih cepat lagi dibandingkan langkah masuk sebelumnya. Rasa gatal dan rasa enak yang luar biasa di kon tol pun semakin menghebat. “Ayu… aku… aku…” Karena menahan rasa nikmat dan gatal yang luar biasa aku tidak mampu menyelesaikan ucapanku yang memang sudah terbata-bata itu. “Om, aku… mau nyampe lagi… Ak-ak-ak… aku nyam…”
Tiba-tiba kon tolku mengejang dan berdenyut dengan amat dahsyatnya. Aku tidak mampu lagi menahan rasa gatal yang sudah mencapai puncaknya. Namun pada saat itu juga tiba-tiba dinding no nok Ayu mencekik kuat sekali. Dengan cekikan yang kuat dan enak sekali itu, aku tidak mampu lagi menahan jebolnya bendungan dalam alat kelaminku. Pruttt! Pruttt! Pruttt! Kepala kon tolku terasa disemprot cairan no nok Ayu, bersamaan dengan pekikan Ayu, “…nyampee…!” Tubuh Ayu mengejang dengan mata membeliak-beliak. “Ayu…!” aku melenguh keras-keras sambil merengkuh tubuh Ayusekuat-kuatnya. Wajahku kubenamkan kuat-kuat di lehernya yang jenjang. Pejuku pun tak terbendung lagi. Crottt! Crottt! Crottt! Pejuku bersemburan dengan derasnya, menyemprot dinding no nok Ayu yang terdalam. kon tolku yang terbenam semua di dalam no nok Ayu terasa berdenyut-denyut.
Beberapa saat lamanya aku dan Ayu terdiam dalam keadaan berpelukan erat sekali. Aku menghabiskan sisa-sisa peju dalam kon tolku. Cret! Cret! Cret! kon tolku menyemprotkan lagi peju yang masih tersisa ke dalam no nok Ayu. Kali ini semprotannya lebih lemah. Perlahan-lahan baik tubuh Ayu maupun tubuhku tidak mengejang lagi. Aku menciumi leher mulus Ayu dengan lembutnya, sementara tangan Ayu mengusap-usap punggungku dan mengelus-elus rambut kepalaku. Aku merasa puas sekali berhasil ngen totin Ayu.

Pengalaman Bisnis dengan Tante Girang

Jam lima pagi, aku terjaga lagi. Kali ini terasa agak dingin dihembus kipas angin dari atas. Kuambil selimut sambil melihat Tante yang masih berposisi telanjang bongkok udang. Hal ini menarikku untuk memeluknya dari belakang. Kutebarkan selimut lebar itu hingga menutupi tubuh kami berdua. Tangan kiri kusisipkan di bawah badannya dan tangan kananku kupelukkan melingkupi dadanya. Pinggulku kulekatkan ke arah pantatnya, sehingga otomatis zakarku menempel di situ pula, di sela-sela paha belakangnya.
Dasar darah mudaku masih panas, sejenak kemudian burung kecilku sudah jadi ‘garuda’ perkasa yang siap tempur lagi. Kugerak-gerakkan menusuki sela-sela paha belakang Tante. Tanganku pun tidak tinggal diam dan mulai memelintir puting Tante kiri-kanan seraya meremas-remas gumpalan kenyal itu. Kontan mendapat perlakuan seperti itu Tanteku terbangun dan bereaksi.
“Sudah, Ron..! Jangan lagi..!” tubuh Tante beringsut menjauhiku, namun aku tetap memeluknya erat.Bahkan dengkulku sekarang berupaya membuka pahanya dari belakang. Tante beringsut menjauh lagi dan kedua tangannya berusaha melepas pelukanku.“Jangan, Ron..! Aku ini Tantemu.” rintihnya sambil tetap membelakangiku.“Tapi, tadi kita sudah melakukannya, Tante?” tanyaku tidak mengerti. Pelukanku tetap.“Ya. Ta.. tadi Tante.. khilaf..”“Khilaf..? Tapi kita sudah melakukannya sampai dua kali Tante?” aku tidak habis mengerti.Kulekatkan lagi zakarku ke pantatnya. Tante menghindar.
“Ii.. ya, Ron. Tante tadi benar-benar tak mampu.. menahan nafsu.. Tante sudah lama tidak melakukan ini sejak Oom-mu meninggal. Dan sekarang kamu merangsang Tante sampai Tante terlena.”“Masak terlena sampai dua kali?”“Yang pertama memang. Tante baru terbangun setelah.., Roni mem.. memasuki Tante. Tante mau melawan tapi tenagamu kuat sekali sampai akhirnya Tante diam dan malah jadi terlena.”
“Kalau yang kedua, Tante..?” tanyaku ingin tahu sambil mendekap lebih erat. Tante menghindar dan menepisku lagi.“Kamu mencium bibir Tante. Di situ lah kelemahan Tante, Ron. Tante selalu terangsang kalau berciuman..”“Oh, kalau begitu Tante kucium saja sekarang ya..? Biar Tante bernafsu lagi.” pintaku bernafsu sambil berupaya memalingkan wajah Tante. Tapi Tante menolak keras.“Jangan, Ron..! Sudah cukup. Kita jangan berzinah lagi. Tante merasa berdosa pada Oom-mu. Hik.. hik.. hik..” Tante terisak.Aku jadi mengendurkan serangan, meski tetap memeluknya dari belakang.
Kemudian kami terdiam. Dalam dekapanku terasa Tante sedang menangis. Tubuhnya berguncang kecil.“Ya sudah, Tante. Sekarang kita tidur saja. Tapi bolehkan Roni memeluk Tante seperti ini..?”Tidak kuduga Tante justru berbalik menghadapku sambil membetulkan selimut kami dan berkata, “Tapi kamu harus janji tak akan menyetubuhi Tante lagi kan, Ron?”“Iya, Tante. Aku janji.., anggap saja Tante sekarang sedang memeluk anak Tante sendiri.”
Sekilas kulihat bibir Tante tersenyum. Di bawah selimut, aku kembali memeluknya dan kurasakan tangan Tante juga memelukku. Buah dada besarnya menekan dadaku, tapi aku mencoba mematikan nafsuku. Zakarku, meski menyentuh pahanya, juga kutahan supaya tidak tegang lagi. Wajah kami berhadap-hadapan sampai napas Tante terasa menerpa hidungku. Matanya terpejam, aku pun mencoba tidur.
Mungkin saking lelahnya, dengan cepat Tante terlelap lagi. Namun lain halnya dengan aku. Terus terang, meski sudah berjanji, mana bisa aku mengekang terus nafsu birahiku, terutama si ‘garuda’ kecilku yang sudah mulai mengepakkan sayapnya lagi. Dengan tempelan buah dada sebesar itu di dada dan pelukan hangat tubuh polos menggairahkan begini, mana bisa aku tidur tenang? Mana bisa aku menahan syahwat? Jujur saja, aku sudah benar-benar ingin segera menelentangkan Tante, menusuk dan memompanya lagi!
Tapi aku sudah janji tidak akan menyetubuhinya lagi. Mestikah janji ini kuingkari? Apa akal? Bisakah tidak mengingkari janji tapi tetap dapat menyebadani Tante? Benakku segera berputar, dan segera ingat kata-kata Tante tadi bahwa dia paling mudah terangsang kalau dicium. Mengapa aku tidak menciumnya saja? Bukankah mencium tidak sama dengan menyetubuhi?
Ya, pelan tapi pasti kusisipkan kaki kiri di bawah kaki kanan Tante, sedang kaki kananku kumasukkan di antara kakinya sehingga keempat kaki kami saling bertumpang tindih. Aku tidak perduli zakarku yang sudah jadi tonggak keras melekat di pahanya. Kurapatkan pelukan dan dekapanku ke tubuh Tante, wajahku kudekatkan ke wajahnya dan perlahan bibirku kutautkan dengan bibirnya.
Lidahku kembali berupaya memasuki rongga mulutnya yang agak menganga. Aku terus bertahan dengan posisi erotis ini sambil agak menekan bagian belakang kepala Tante supaya pertautan bibir kami tidak lepas. Dan usahaku ternyata tidak sia-sia. Setelah sekitar 30 menit kemudian, tubuhku mulai pegal-pegal, kurasakan gerakan lidah Tante. Serta merta gerakannya kubalas dengan jilatan lidah juga.“Emm.. emm.. mm..” desis Tante sambil membelit lidahku.
Kepalanya kutekan makin kuat dan aku berusaha menyedot lidahnya hingga masuk ke mulutku. Kukulum lidahnya dan kupermainkan dengan lidahku. Kusedot, kusedot dan kusedot terus sampai Tante agak kesakitan, lalu kubelit-belit lagi dengan lidahku. Ya, silat lidah ini berlangsung cukup lama dan ketika tanpa sengaja pahaku menyenggol vagina tante, terasa agak basah. Pasti Tante terangsang, pikirku. Tapi aku tidak mau memulai, takut melanggar janji. Biar Tante saja yang aktif.
Maka aku pun berusaha menambah daya rangsang pada diri Tante. Pelan tangan kirinya kubimbing untuk menggenggam zakarku. Meski mula-mula enggan, tapi lama kelamaan digenggamnya juga ‘garuda perkasa’-ku. Bahkan dipijit-pijit sehingga aku pun menggelinjang keenakan.“Shh.. shh..!” desisku sambil mengulum lidahnya.
Tangan kananku, setelah membimbing tangan kiri Tante menggenggam zakarku lalu meneruskan perjalanannya ke celah paha Tante yang sudah basah. Kusibakkan rambut-rambut tebal itu, mencari celah-celah lalu menyisipkan jari telunjuk dan tengahku di situ. Kugerakkan ke keluar-masuk dan Tante mendesis-desis, genggamannya di zakarku terasa mengeras. Aku tidak tahan lagi.
“Masukin ya, Tante?” bisikku, lupa pada janjiku.“Ja.. jangan, Ron..!”“Ak.. aku nggak tahan lagi, Tante..!” pintaku.“Di.. dijepit paha saja ya, Ron..?”Tanpa kusuruh, Tante lalu telentang dan mengangkangkan pahanya. Pelan aku menaikinya. Tante membimbing zakarku di antara pahanya sekitar sejengkal di bawah vagina, lalu menjepitnya. Ia menggerak-gerakkan pahanya sehingga zakarku terpelintir-pelintir nikmat sekali.
Payudara besar Tante menekan dadaku juga. Tangan kiriku mengutil-ngutil puting kanannya. Ciuman ke bibirnya kulanjutkan lagi, jemari tangan kananku juga terus berupaya memasuki vagina Tante dan mengocoknya.“Heshh.. heshh.. Ron.. mm..,” Tante sulit bicara karena mulutnya masih kukulum.“Tanganmu.. Ron..!” tangan kanan Tante berusaha menghentikan kegiatan tangan kiriku di putingnya, sedang tangan kanannya berusaha menghentikan kegiatan jemari kananku di vaginanya.
Dipegangnya jemariku. Aku hentikan gerakan, tapi tiga jari tetap terendam di vagina basah itu dan kukutil-kutil kecil. Sampai Tante tidak tahan dan mengangkangkan sedikit pahanya hingga jepitan pada zakarku terlepas. Cepat kutarik jemariku dari situ dan kunaikkan sedikit tubuhku sehingga sekarang ganti zakarku berada di pintu gerbang nikmat itu. Kepalanya malah sudah menyeruak masuk.
“Hshh.. Ron, jangan dimasukkan..!” Tante buru-buru memegang zakarku, digenggamnya.“Tapi aku sudah nggak tahan Tante..” desisku.“Cukup kepalanya saja, Ron.. dan jangan dikocok..!” Tante memperketat genggamannya, sementara aku semakin memperderas tekanan ke vaginanya.“Ii.. ingat janjimu, Ron..!”“Ta.. tapi Tante juga ingin kan?” tanyaku polos.“Ii.. iya sih, Ron. Tante juga sudah nggak tahan. Tapi ini zinah namanya.”“Apa kalau tidak dimasukkan bukan zinah, Tante?” tanyaku bloon.“Bu.. bukan, Ron. Asal burungmu tidak masuk ke vagina Tante, bukan zinah..” aku jadi bingung.Terus terang tidak mengerti definisi zinah menurut Tante ini.
“Kalau begitu, apa Tante punya jalan keluar? Kita sudah sama-sama terangsang berat. Tapi kita nggak mau berzinah.”“Egh.. gini aja Ron. Tante akan.. ugh.. mengulum punyamu. Turunlah sebentar..!”Dan aku pun menurut, turun dari atas Tante dan telentang. Tante bangkit lalu memutar badannya dan mengangkangiku. Mulutnya ada di atas zakarku dan vaginanya di atas wajahku. Kurasakan ia mulai menggenggam dan mengulum ‘garuda perkasa’-ku. Dikulum dan digerakkan naik turun di mulutnya.
Shiit.. hsshh.. nikmat sekali. Jemariku segera menangkap pinggulnya yang bergerak maju mundur dan segera kuselipkan empat jari kanan ke vaginanya. Kugerakkan cepat, malah agak kasar, keluar masuk sampai basah semua.“Ugh.. uughh.. uagh.. Ron..! Ron, Tante mau keluar, mm.. mm..” Tante terus mengulum sambil meracau.Sekejap kemudian tubuhnya berhenti bergerak, lalu pinggul yang kupegangi terasa berkejat-kejat. Kemudian cairan hangat membanjiri tanganku dan sebagian menetesi dadaku. Kurasakan cairan itu seperti air maniku hanya lebih encer dan bening.
Tante kemudian terkapar kelelahan di atasku dengan posisi mulutnya tetap mengulum zakarku sambil mengocoknya. Tidak berapa lama, aku pun merasa mau keluar.“Egh.. egh.. Tante. Aku mau keluar..!” Tante malah mempercepat kocokannya dan memperdalam kulumannya.Aku berkejat dan muncrat memasuki mulut Tante dan ditelannya, semuanya habis ditampung mulut Tante. Akhirnya aku pun lemas dan ikut menggelepar kelelahan.
Tangan-kakiku terkapar lemas ke kiri-kanan. Tante juga terkapar kelelahan namun mulutnya masih terus menjilati zakarku sampai bersih, barulah kemudian dia berbalik dan memelukku. Wajah kami berhadapan, mata Tante merem-melek.
“Kalau yang barusan ini bukan zinah tante?” tanyaku lagi.“Bukan, Ron.. karena kamu tidak memasukkan burungmu ke vagina Tante.” jawabnya sambil mata memejam.Aku tidak tahu apakah jawabnya itu benar atau salah. Namun, setelah kupikir-pikir, aku lalu bertanya lagi, “Jadi kalau begitu, boleh dong kita melakukan lagi seperti yang barusan ini, Tante?”“He-eh..” jawabnya sambil terkantuk-kantuk kemudian dengkur kecilnya mulai terdengar lagi.
Jam enam pagi waktu itu. Aku pun segera menebarkan selimut lagi di atas tubuh polos kami dan memeluknya dengan ketat. Rasanya aku tidak mau melepaskan tubuh Tante walau sekejap pun. Persetan dengan pekerjaan, persetan dengan kuliah. Sengaja aku juga tidak mengingatkan Tante akan pekerjaan kami. Aku malah berharap menginap lagi semalam, biar ada kesempatan bersebadan dengan Tante lebih lama lagi. Sepanjang hari ini aku mau bercumbu terus dengan Tante, sampai spermaku keluar sepuluh kali lagi! Begitu angan-angan jorokku.
Ya, akhirnya memang kami hari itu tidak keluar kamar dan memperpanjang menginap sehari lagi. Selama di dalam kamar, di atas ranjang, kami tidak pernah mengenakan pakaian barang selembar pun. Hampir setiap tiga jam sekali aku dan Tante sama-sama mengalami orgasme, meskipun hanya pakai bantuan tangan atau mulut dan lidah.
Jam delapan pagi, sebelas, dua siang, lima sore, delapan malam, sebelas malam, dua pagi, lima pagi dan delapan paginya lagi kami selalu terkejat-kejat dan orgasme hampir bersamaan. Selama itu memang Tante masih selalu ingat untuk menolakku yang ingin memasukkan penisku ke vaginanya, dan aku pun menurutinya.
Namun, akhirnya Tante terlena dan aku pun bebas memasukkan penisku ke vaginanya. Tentunya setelah kami pulang dari perjalanan bisnis berkesan itu, dan kembali pulang ke rumah. Kesempatan itu terbuka lebar karena memang aku suka tinggal di rumahnya.